Gue tahu gue sudah pergi terlalu jauh dari figur yang sudah lama gue tinggalkan itu. Lalu? Lalu memangnya kenapa kalo gue bukan lagi Amanda yang pintar dan rajin? Toh bukannya bagus sekali dengan kemajuan gue? Setidaknya sekarang gue jauh lebih mengenal diri gue sendiri, jauh daripada sebelumnya. Jadi; apakah gue jauh lebih bahagia dan merasa bebas? Hmm mm. Jawablah sendiri! Pandanglah wajah letih gue! Desahan kemuakan serta caci maki yang gue tujukan! Pada dunia, pada zaman, dan pada manusia-manusia angkuh di sekitar gue. Gue berhasil menjadi diri gue sendiri, tapi masih jauh dari kata bahagia.
Gue tahu gue hidup di dunia yang salah, gue hidup ditengah krisis identitas, dan mereka yang hidup untuk hari ini. Dan gue, si idealis yang kaku dan aneh, berdiri ditengah-tengah mereka, mengundang cemooh dan tatapan merendahkan. Setidaknya gue berhasil.. Menjadi Dara Susilo. Bukan lagi Amanda Dara, child prodigy, sudah 3 tahun gue tinggalkan nama itu. Mari sebutkan; hidup gue jauh lebih kompleks, bukan berarti gue seorang Drama Queen yang meratapi segalanya dan menggembungkan masalah sepele. Salah besar! Tapi pergumulan batin tidak bisa sepenuhnya gue acuhkan.
Jadi, ini masalah gue.
Gue toh hanya seorang adolesen 14 tahun yang tidak tahu menahu tentang kepercayaan dan kegigihan. Dan gue benci direndahkan, sayangnya gue berkawan dengan mereka yang terus merendahkan gue, siapalah mereka! Besarlah kepala mereka dengan udara! Mereka tak pernah lebih baik daripada gue. Dan gue benci direndahkan, tapi di sisi lain, gue masih membutuhkan mereka, ah setidaknya tahanlah emosi gue sampai di suatu saat mereka tidak lagi dibutuhkan. Berkawanlah dengan mereka yang dungu! Gue tidak ingin disaingi, ya, gue tahu gue lebih hebat.
Dan ini masalah kedua gue.
Yah, bilang saja kalau gue sayang mereka. Maksud gue, gue tidak pernah mempunyai teman yang mempunyai jalan pikiran yang sama dengan gue--walaupun kadang ucapan mereka terdengar superficial dan terkesan ikut-ikutan bagi gue. Tapi yah, setidaknya kita satu jalan pikiran. Gue menahan tawa atau cemooh saat dengan gagahnya mereka mengumakakan pendapat mereka yang menurut gue sangat konyol dan tidak mendasar. Pikiran-pikiran seperti itu bahkan tak akan pernah gue ucapkan. Gue akan malu, pastinya, tapi mereka mengatakannya! Tapi toh gue yang baik hati hanya diam, dan menertawai kebodohan mereka, kadang. Di satu sisi gue tidak ingn mereka tersinggung; tapi jauh lebih liar di sisi lain gue tidak ingin mereka mengetahui kesalahan mereka--gue ingin mereka terus mempertahankan teori-teori bodoh mereka. Dan gue akan melenggang pegri naik keatas, semenara mereka masih terkungkung dalam teori medieval mereka.
Sebutlah seseoran diantara kami. Ah, gue akui dia yang paling cantik serta manis diantara kami. Pembawaannya luwes, dan--waw! Gue terkagum-kagum dengan pergaulannya yang sangat luas. Menyambangi satu klub ke klub malam lainnya untuk kami yang berumur 14 tahun bukanlah usaha kecil. Perlu diapresiasi lah, setidaknya. Dan betapa hebatnya ia kala bercerita tentang kehidupannya. Dan gue dengan dua kawan terdekat gue, menatap satu sama lain, gue tahu, kami tahu; dalam hati kami saling menertawai kehebatannya. Kehebatan tahi kucingnya itu.
Nyatanya, mungkin inilah kalimat kami yang sebetulnya alih-alih "Wah, keren banget sih lo!" mungkin inilah kata-kata kami sebenernya, Ah lo gak lebih dari cewek tolol, ada apa dibawah otak lo selain tampil cantik dan menggaet cowok-cowok tak bermasa depan itu? Akuilah kawan-kawan sayang! Gue tahu kita semua berpikiran sama, bukannya kita tidak pernah jujur antara satu sama lain? Atau kita tidak pernah benar-benar jujur jika ada si cantik yang salah tempat ini? Gue tidak pernah menganggap ia bagian dari kita, sungguhan, bahkan gue tidak ingin ia menampakkan wajahnya lagi, kali lain kita pergi bersama.
Ah maafkan gue! Gue sayang kalian--hanya saja gue muak. Mungkin dengan dia, dan kadang kalian.