It's Amanda Dara Amadea Susilo, but I'll go by the name Dara Susilo. I'm a Redwood, I got hazardous impetuous mind, and act precociously. I am rare, odd and inconspicuous.
15 years old fresh daisy, a proud Indonesiana with loveable words. I smell like an old wooden cabinet, but I'm told Victoria's Secret would make me smell nicer, so I got one.
What else? Read and judge, love.
extra infos
: I don't like ice cream and candy. I hate Alexa Chung. I love Arctic Monkeys.
Gue benci ke-tidak-konsisten-an sesuatu. Gue benci oportunis-oportunis menjijikan itu! Sebut gue menelan ludah sendiri, atau tidak tahu diri. Tapi gue baru sadar betapa menjijikannya orang-orang plin-plan itu. Apalagi yang lebih parah? Bagaimana kalau perusahaan yang sama sekali tidak konsisten? Menelan janji sendiri, menggerakkan pegawai-pegawai loyal mereka dengan seenak perut, seakan-aka pegawai mereka bukan aset, melainkan cuma sekumpulan orang numpang hidup numpang kerja. Pertama kali dalam hidup gue, gue amat sangat membenci Garuda Indonesia. Perusaha tidak konsisten yang udah melenyapkan liburan impian gue. Apa lagi, belum cukup? Mau nyabut license terbang bokap gue?? Biar bokap gue lost license dan jadi pengangguran gitu? Screw you!
Gue sangat ingin liburan, tadinya rutenya bakal panjang banget, bahkan bokap gue udah mesen tiket. Oke, gue tau sih gue gak usah beli tiket, tapi tetep aja harus mesen. Tadinya rutenya Jayapura-Timika-Biak-Manado-Makassar. ASTAGA! Gue udah kelewat seneng, gue udah bilang Chika, dan seluruh teman gue! How excited I was, sampai kata bokap kalo rute itu gak memungkinkan.. Oke, gue masih terima. Gue rela kok hanya ke Bunaken. Oke, guw sudah mwnetapkan gue akan ke Bunaken. Tiket sudah dipesan, dan voila! Kita akan berangkat.
Ha. Gampang banget mereka ngambil bokap gitu aja, padahal bokap gue udah usahain ambil cuti dari setahun yang lalu. Gampang banget ya? Mereka peduli gak sih gimana gue udah nungguin liburan ini dari setahun yang lalu? Dan saat semuanya udah siap, dan tiba-tiba.. blam! Semuanya gak jadi. I'M PISSED! Dan gue benci itu.
Tapi tebak apa yang Ibu bilang tadi.
Dara: "Ayah kemana?"
Ibu : "Dephub."
Dara: "Ngapain?"
Ibu : "Medical check-up, tapi Ibu ngeri, deh."
Dara: "Kenapa?"
Ibu : "Katanya mata ayah udah gak memenuhi syarat lagi jadi pilot. License terbangnya bisa-bisa dicabut."
Dara: "Lost license?! Jadi.. Gimana? Bisa dilasik kan? Atau bisa pindah ke flight lain atau..?"
Ibu : "Enggak tau deh."
Gue bakar itu departemen Perhubungan sampe mereka berani nyabut lincense twrbang bokap gue. Alasan logis apa yang bisa mereka sebutkan untuk melarang pilot-pilot pesawat komersil enggak boleh dilasik, hm? Astronot NASA aja boleh! Dan Garuda? Apa?! Airline mau bangkrut aja belagu. Gue benci mereka yang mengancam eksistensi bokap gue di dunia aviasi. Bokap gue pernah cerita beteapa dia cintanya dengan dunia aviasi, dan jika license-nya sampai dicabut.. Gue enggak bisa bayangin. Hidup pake apa gue?
Bokap gue mungkin tahu gue cemas, tadi gue kembai nanya tentang liburan Bunaken gue. Dia mungkin berusaha menghibur gue dengan bilang dia gak jadi ke London dengan alasan hasil medical check-up nya belom keluar dan VISA-nya belom keurus. Bokap gue udah lama gak ke Eropa setelah Garuda yang payah itu dilarang terbang ke Uni Eropa. Gue sempat berharap ucapan bokap gue itu terbukti. Tapi seringkali ucapan bokap gue enggak lebih untuk menyenangkan gue semata.
Dan kadang itu sangat membingungkan, sungguh.
I am pissed and totally screwed up. Needs that vacation.
(currently listening to 505 - Arctic Monkeys)
Sunday, 28 June 2009,07:10
Dia. Orang. Indonesia.
Gue semakin malu.
Kemaren gue berada di mobil selama berjam-jam berdua doang sama nyokap. Gue lebih banyak dengerin lagu daripada bicara sama nyokap, entahlah gue sedang tidak tertarik untuk banyak bicara. Tapi nyokap gue ngajak ngobrol duluan, dan tiba-tiba gue teringat sesuatu menyangkut bokap gue.
Dara: "Ayah jadi pindah kalo kontraknya abis?"
Ibu : "Hm? Ke SQ? Enggak tau, tapi kayaknya iya."
Dara: "Jadi kita pindah juga?"
Ibu : "Enggak tau. Tapi kayaknya sih gitu."
Dara: "Bu, jangan. Aku di Indonesia aja."
Ibu agaknya terkejut. Padahal dulu gue yang menghasut bokap gue untuk pindah ke SQ begitu kontraknya selesai, tidak peduli sekalipun dia begitu cintanya dengan Garuda. Gue selama ini selalu ingin keluar dari Indonesia, jauh-jauh dari negara nista ini, dan menjalani kehidupan yang berkecukupan dan nyaman jauh jauh diluar negeri. Itu pikiran gue, selama ini. Dan mungkin itu yang dipirkan kebanyakan teman gue. Tapi tiba-tiba saja, gue merasa dipermalukan oleh diri sendiri.
Tapi, gue keliru dan telah sangat salah jalan.
Suatu malem, gue berpikir. Apa gue dan siapa gue? Nama gue boleh Amanda, kakek gue boleh bernama David Andrews, nenek gue boleh tinggal di Idaho, dan lupa untuk kembali. Tapi apalah arti itu semua untuk gue? Gue telah amat sangat mempermalukan diri gue selama ini. Menjejak tanah Indonesia, bersuaka di Indonesia, namun membencinya. Padahal gue bicara bahasa Indonesia, dan seorang Indonesia. Obsesi unuk menjadi warga negara selain WNI yang berbabkti. Kemana saja gue telah pergi? Ada suatu saat gue merasakan, rasa nasionalisme mengubek-ubek perut gue. Saat pertandingan bola, atau saat 17-an. Dan gue kembali berpikir. Gue keliru, dan gue malu.
Seharusnya gue bangga jadi WNI.
Dan sekarang,
gue bangga.
Saturday, 27 June 2009,22:05
Former/Ex?
As I lay in solitude
Oh What's a boy supposed to do
I Shake the very thought of you
I woke up this morning, and found out how myself has turned into somekind of mellow type of girl. Kadang mood gue tergantung dari cara gue bangun, gue terbangun dari mimpi yang gue harapkan tidak pernah terjadi, dan mengalami blank moment selama beberapa jam. Bengong nonton Midsomer Murders, dan setelah itu gue baru menyadari betapa pointless-nya diri gue. Atau kata Alodie, "So lifeless." Kayak gak punya kehidupan. Seperti selongsong tubuh tidak berjiwa, sungguhan. Gue melakukan apa yang otak gue perintahkan, tanpa merasakan. I'm so senseless these days. Sejak libur, yang gue lakukan hanya kewajiban gue, hak di kala senggang tanpa merasakan kesenangan yang berarti. So lifeless, aren't I?
Kemaren gue chat sama Uca, bentar aja, sih. Uca cerita tentang mantannya gitu sih, bukan topik favorit gue, tapi gue berusaha mendengarkan, dan sesekali mengutarakan opini gue. Gue bilang kalo gue bukan orang yang suka terikat dengan sesuatu, gue bahkan gak tahu entar gue ingin menikah atau enggak. Uca bilang sekarang mantannya jadi ganteng banget, and how about mine? I don't care whatsoever happened to my boy. Gue punya dunia sendiri, yang mereka enggak pernah mengerti. Tapi ketika gue bangun tadi pagi, dan menyadari betapa gue menjadi sangat keras kepala hari-hari ini, mungkin gue akan ralat ucapan gue. Nampaknya, gue enggak sebatu itu, maksudnya.. Ada suatu waktu gue pengen lepas dari imajinasi-imajinasi gila ini, dan kembali pada dunia nyata, tempat yang bisa gue pijak. Lo tahu kan? Naksir dan suka sama cowok? Gue hari-hari ini merasakan itu amat sangat bukan gue. Gue remaja yang aneh, sesungguhnya. Dan sebagian jiwa gue mengatakan kalau sesungguhnya gue kesepian. How many times have I mentioned it? Lots. I'm lonely as well. Menyedihkan, ya? Dan kadang, gue dikejutkan dengan pemikiran gue sendiri tentang orang itu.
Dia yang mengusir gue dari kehidupan dia, dan dengan senang hati gue pergi, sebelum pikiran tentang mencekik orang itu sampai mati menguasai gue, maka gue pergi dengan senang hati dan tanpa sakit hati. Gue tidak pernah terlalu memikirkan dia, sesungguhnya. Sampai setelah dia menendang gue jauh-jauh, dan gue yang malang tetap bahagia sekalipun disakiti sampai lerung-lerung. Gue bukan tipe orang yang suka berlarut-larut memendam kesedihan sih, untuk apa? Toh dia juga enggak sedih, lalu mengapa gue harus? Konyol. Gue tidak merindukan dia, hanya saja.. Gue merasa amat sangat sepi. Tidak, bukan berarti gue butuh orang itu. Gue tidak butuh siapa-siapa kecuali penjelasan kenapa gue merasa seperti ini, dan kenapa benak dia yang selalu muncul tiap kali gue merasa gue begitu mellow? Thoughts.
Late nights when I stayed up late
All I do is wait and wait
Your never coming home to me
Dan dia bukan siapa-siapa. Bukan sosok hebat yang patut dikagumi. Bukan juga seorang dengan kata-kata indah yang memabukkan. Tapi ada yang bilang, kali pertama selalu paling diingat. begitukah? I was never willing to remember him. Thoughts about him just popped when it's late at night and I'm all alone. Disaat gue tertawa, gue tdiak pernah mengingatnya, sama sekali enggan gue untuk mengingatnya. Gue bilang kan, pemikiran tentan dia datang disaat gue lagi mellow?
Hm, perhaps I'm heartless, I don't really know how to feel. Gue benci Melankolia. Or perhaps, unreasonable feeling? Atau mungkin karena lagu itu? Gue udah jatuh cinta dari pertama denger lagu ini.
Gue ingin sekali langsung bilang ini ke orang itu, tap gue gak kenal dia. Iya, gue takut gue dibilang anak bocah mulut besar kalo secara tiba-tiba gue berkoar tentang ini ke dia. Dia tidak mengenal gue, begitupun gue. Tapi gue tahu dia, dan mungkin dia tidak. Masih menyangkut orang yang sama, cewek yang waktu itu, anak IH. Yang gue sebut dengan sosok aneh berkepala besar dan berkata tinggi. Dia itu menyebalkan banget, lho. Ada yang pernah sadar? Ataukah hanya kita anak-anak SMP tengik yang sadar?
Barangkali aja dia nemu blog gue dan dia baca ini.
Harusnya, Mas..
Dia jangan dipuja-puji seperti itu. Dia bisa semakin buta. Merasa paling hebat dan berkuasa.
Dia hebat? Dulu sih gue juga bilang kayak gitu, tapi sekarang?
Cih, gue merasa gue bisa lebih hebat. Oke, mungkin ini sindrom narsistik ayng mengerikan. Tapi gue yakin akan itu.
Gue benci ucapannya dia, cara dia meyombongkan diri dengan segala kelebihan (LMFAO) yang dia rasa dia punyai seorang. Kalo gue bisa, gue inGin bilang kalo itu hanya kelebihan pelengkap gue, gue punya lebih banyak kelebihan daripada dia. Itu kalo gue sombong, dan besar kepala. Tapi kan gue bukan dia, dan gue enggak akan pernah sudi jadi kayak dia.
Jangan puji dia terlalu berlebihan.
Dia semakin bEsar kepala, nanti.
07:15
Waltz of The Flowers
"Tchaikovsky? Aku lebih suka Mozart."
"Aku lebih suka Tchaikovsky."
"Lebih banyak yang suka Mozart, Nona."
"Kubilang Mozart monoton."
"Tidak adil."
"Apalah artinya dentingan hanya piano, jika harmoni lainnya lebih kaya?"
"Maksudmu Tchaikovsky?"
"Musiknya lebih kaya, Tuan."
"Kubilang malah Tchaikovsky yang monoton."
"Musik Mozart klise, kubilang. Tapi kalian tak mau dengar."
"Itu kan hanya problema waktu, Nona."
"Hanya selang 100 tahun, bisa apa 1 abad lakukan?"
"Kita nyaris membinasakan dunia ini kurang dari 100 tahun."
"Salah, salah. Kau keliru, Nona. Dunia ini penuh dengan altruisme yang indah."
"Tanyakan pada tentara yang saling membunuh. Maka kau akan diludahi."
"Hahaha. Pernah dengar tentang anekdot tentang percintaan tentara Amerika dan gadis perawan Irak?"
"Omong kosong. Ada bukti?"
"Kau sangat keras kepala."
"Kau banyak omong, Tuan."
"Bagi seorang peralip yang rapuh, kau boleh juga."
"Aku bukan seorang peralip."
"Aku lihat kau jatuh tertidur dibawah Poplar itu siang tadi."
"Maka bukan berarti aku seorang peralip yang menyedihkan, kan?"
"Ah, mungkin aku keliru."
"Tentu kau, Tuan."
"Kau lebih terdengar seperti perajuk yang sarkastik. Itu yang kubilang menyedihkan."
"Tutup mulut saja."
"Mau dansa?"
"Tentu mau.
***
Kenapa ya gue suka bikin percakapan abstrak kayak gini? :3
Thursday, 25 June 2009,20:00
1958-2009. Bye, Mike.
And if your heart stop beating
I'll be here wondering
Did you get what you deserve?
Gue benci kembali melihat berita kematian. Mereka yang berkabung dengan jubah-jubah hitam yang menyesakkan, serta airmata yang tidak bisa lagi dibendung. Gue selalu jadi melankolis saat melihat pemandangan kematian yang sama, maka gue benci kematian. Gue menangis seakan gue pernah mengenalnya, menyesalkan penyakitnya seakan gue pernah merawatnya, menyebut namanya seakan gue pernah bercakap dengannya. Beruntunglah mereka yang bisa meihat jeneazah-nya langsung, bahkan gue tidak pernah punya kesempatan untuk meneriakkan namanya di hadapan orang itu. Gue cuma seorang penggemar salah jaman salah dimensi.
Dia. Selalu jadi idola gue.
Mungkin lebih banyak orang yang tau gue cinta banget sama Arctic Monkeys, tapi ada yang tau gak kalo gue juga sangat mengidolakan MJ? Ketagihan dengerin Billie Jean, mencoba Moonwalk tapi gak pernah bisa, coba jogetnya tapi gakpernah bener. He influences me a lot. Gue sangat menyayangkan kematiannya yang tiba-tiba dan mengejutkan. Pantaskah ia mendapatkan semua ini? Caci maki dan cemooh serta cibiran sumbang di penghujung hayatnya? Astaga, kejamnya. Kasihan gue sama mereka yang hanya tahu MJ sebagai pemerkosa anak kecil, di mata gue, gue melihatnya sebagai Divo besar, yang hebat menawan, and those timeless songs.
Have you heard the news that you're dead?
No one ever had much nice to say
Kalo aja gue lahir di tahun 80-an, dengan diskotik bernada Beat It yang menggairahkan, mungkin patut gue menangis. Tapi gue tidak pernah mengetahui masa indah sang Raja, jadi pantaskah gue untuk menangis, jika gue hanya tahu figur itu lewat cerita nyokap? Ah, gue benci jadi melankolis, tapi gue dan dunia ini baru aja kehilangan penyanyi tersukses sepanjang jaman. Lepas dari segala macam hal yang mencoreng nama baiknya, gue tetep cinta MJ :")
Bye, King.
Through the glory of life,
I'm scattered on the floor,
Disappointed and sore.
White horses,
They will take me away
Tuesday, 23 June 2009,23:25
Gue Foto Sama Alex Turner, Loh.
Kali ini, tolong jangan bangunin gue.
Astaga. Hari ini gue bangun dengan sejuta perasaan menyeseal yang mendera. Gue, tidak ingin bangun, sungguh. Gue langsung mencoba untuk tidur kembali, tapi gue enggak bisa. Tapi, sungguhan, kenapa rasa kantuk malah menyergap gue disaat yang enggak diinginkan? Gue tahu tadi gue bangun jam setengah sebelas, I was expecting that my Mom was gonna mad, tapi ternyata enggak kok, dia biasa aja. Dan kalo tahu begitu, bukankah lebih baik gue tidur lagi? Ah.
Gue bukan tipe orang yang sering mengingat detil-detil merinci setiap mimpi yang gue alami. Oke sih, gue sering menceritakan mimpi gue ke temen-temen gue, tapi paling cuma garis besarnya aja. Dan entah kenapa, mimpi tadi pagi, gue inget detilnya! Oh geez, gue amat sangat berharap itu jadi kenyataan, tapi yah.. Maksud gue itu bener-bener kayak kenyataan dan saat gue bangun dan menyadari bahwa gue tidak sedang bertemu dengan dua orang itu, rasanya.. Sangat menyesakkan, tahu? Kayak patah hati, atau gimana ya? Tidak bisa dijelaskan. Gatau kenapa, sejak tadi pagi, gue tidak lagi membenci Alexa Chung seperti dulu -,-
Sounds stupid, I know, but that dream influences me, to dream more!
Uhm, jadi gue mimpi gue dan temen-temen yang lain lagi ada di suatu acara. Have no idea what is it, tapi tempatnya banyak pohon dan banyak bangunan Belanda, nah lo. Most of us wear gown and suit, including Noni and me. Terus entah bagaimana caranya, disana itu banyak banget orang, dan tempatnya wtf kayak diluar negeri. Oke, gue tau ini mulai aneh. Dan gue sama Noni itu lagi duduk di pinggir jalan gitu, entah ngapain sampai.. I saw that couple. Gue awalnya bengong sampe Noni akhirnya mendorong-dorong gue, dan.. Oke (gue bingung gimana gue bisa hafal dialognya, sangat jarang terjadi), dan gue bilang kayak gini.
Dara: (setengah teriak) "Excuse me!"
Alex & Alexa: (nengok)
Dara: (ngeluarin pulpen sama note tebel dari tas gue yang item) "Oh my gosh, I'm a big fan of both of you! I-i.. Can I have your signature?"
Di mimpi gue si Alex rambutnya masih kayak dulu gitu, belom segondrong sekarang, terus Alexa tersenyum cerah (astaga, dia jelek banget), dia mulai ngambil pulpen di tangan gue, dan Alex dengan wajah malesnya (ini bagian jeleknya) sambil ngacak-ngacak rambut, terlihat bosan dan malas. Dalam mimpi gue, gue melihat tanda tangannya Alexa itu kayak ada dua tingkat, mirip kayak tanda tangan gue, dan tanda tangannya Alex itu melebar ke samping dan lebih terlihat sebagai tulisan sambung daripada tanda tangan. Bahkan dalam mimpi aja gue terlalu malu untuk menatap Alex dan gue malah ngeliatin tanda tangannya mulu. Dan Noni hanya diam di belakang gue!
Dara: "Thank you, I'm from Indonesia!" (ini gapenting banget)
Noni: (nyodorin HP-nya)
Dara: "Err.. Can I take a photo with both of you?" (gue merasa dalam mimpi gue bahasa Inggris gue sangat anak TK)
Alexa: (tersenyum lagi) "Sure."
Dan Alex! Dia.. Lo tahu gak sih wajah males, tapi gak enak? Iya, dia senyum dikit doang sama gue sambil garuk-garuk kepala. Dia terlihat sombong dan dingin dalam mimpi gue, dan itu bagian buruk apa bagian baik, ya? Aaaah entah kenapa gue mimpiin kayak gitu. Kenapa gue gak mimpiin dia meluk gue aja ya? Begonya gue. Nah terus gue nyodorin kamera itu ke Noni, maksud gue dia suruh fotoin gue dulu, baru entar gantian dia. Dan bahkan dalam mimpi, gue sempet bilang, "Aduh Non, semoga ini bukan mimpi, deh. Entar gue jadiin profile picture Facebook, ah." dengan wajah amat sangat gembira dan pikiran 'ini-pasti-hari-paling-indah'.
Entah kenapa, pas kita mau foto kok ada aja halangannya, ya orang yang lewat teruslah, atau HP-nya Inon yang nge-hang. Dan pokoknya Alex dan Alexa harus menunggu agak lama sampai HP-nya bener dan..
Abis itu gue bangun.
Dengan posisi tidur dengan tangan terkepal (kayak lagi megang kertas tanda tangan).
.....
....
...
..
.
IA GUE BANGUN DISAAT GUE MAU FOTO SAMA ALEX TURNER!
Tai.
08:48
Salah Satu Yang Perkasa
Dan dia selalu membenciku
Mengkhianatiku dan menepis air mataku
Dan detik kembali berdetak
Menyesakkan relung yang luka
"Aku benci padamu!"
Ia masih memekik,
tapi tetap sunyi..
Ia tahu mimpinya diterjang pion tak berprasangka
Dan detik kembali berdetak
Ia, sang waktu yang perkasa
Mematikan dan membinasakan
Bukankah ia membenci kami yang tamak?
Ia membenciku
Hancurkanlah mimpiku dengan kaki tanganmu!
Leburkan buana bertabur bintang!
Buana indah, buana semu
Sepoi mematikan!
Waktu menghentikannya
Miris oh miris
Raja terhujam anak panah sang waktu
Kubilang, ia perkasa!
Jahanam! Ia tidak dengar!
Puja-puji tak membutakannya, ia bukan kita yang tamak
I laughed, for God's sake, I laughed! Gue tidak pernah merasa tersinggung atau terhina dengan ucapan menggelikan seperti itu. Karena, ah, gue tahu gue memang galak. I don't care if no one like me, as long as I act as myself, not anybody else. Gue mencibir, tidakkah mereka malu akan pandangan mereka yang begitu sempit? Gue bilang, mereka menerima yang biasa dan menghujat yang luarbiasa, kan? Mereka tidak melihat kenyataan.
I'm not trying to describe myself as a special kind of person.
Terlalu sempit, Ayah bilang. Dan betapa tidak adilnya dunia yang menyedihkan ini, dunia ini dikendalikan oleh orang-orang berpandangan sempit. They're judging. Menjatuhi seorang yang mereka anggap aneh dengan sebutan yang mereka harap bisa membelenggu kebebasan orang itu. Mungkin kebanyakan orang begitu, tapi gue tidak. Banyak yang mencerca gue dan mencemooh gue. Berkata bahwa gue itu bukan siapa-siapa, dan bilang bahwa sebaiknya gue tutup mulut. Astaga, harusnya mereka sungguh malu, atau bahkan mungkin mereka sudah lupa untuk merasa malu? Oh, puja-puji itu membuat mereka buta rupanya? Tidak belajar, dan hanya bertanya tanpa mencari alsan dibalik jawaban-jawaban yang mereka dapat? Maka mudah sekali menjatuhkan mereka!
Gue tidak murka, gue hanya bingung. Apa yang mereka pikirkan? Tentu saja gue berbeda! Mereka tdiak bisa menyamakan gue dengan Noni atau Yessika. Tahukah mereka bahwa orang diciptakanNya berbeda sebagai makhluk-makhluk yang tak pernah punya kesamaan? Terlebih gue. Jangan samakan gue dengan siapapun! Jangan bandingkan gue dengan siapa juga. Karena gue adalah gue, dan gue bukanlah mereka. Dan originalitas, adalah hal yang gue pertaruhkan.
Told you, being ordinary sucks.
Sunday, 21 June 2009,22:22
Fly Fly Away
Idling.
Pagi ini gue terbangun dengan satu pikiran di benak gue: Sudah liburan. Mungkin teman-teman gue sudah bebas melakukan segala hal yang mereka mau. Ini liburan, kok, tidak ada yang salah. Tapi gue tidak, gue tau temen-temen gue sama frustasinya dengan gue menunggu hasil rapot sialan itu. Tapi mungkin diri gue sendiri yang membuat segalanya terasa jauh lebih buruk. Disaat seperti ini gue hanya bisa diam termangu, dan kenangan akan masa lalu yang mengharukan selalu berputar tiap kali gue berniat untuk menangis. Berharap semua bisa seperti dulu, dan tidak perlu ada beban yang memasung gue. Sungguhan, kadang gue begitu rindu akan masa lampau. Tidak bisa kembali, ya?
Mungkin sebenernya semuanya berjalan sama saja, tapi entah kenapa hari-hari ini, sekalipun gue melakukan hal yang sama persis, gue tidak merasakan gelanyar excitement dan kepuasaan yang sering gue rasakan dulu. Hari ini gue hanya mampu mengenang, tapi gue terlalu takut untuk merasakannya, gue bisa nangis. Lagu itu udah berulang kali gue putar, dan gue merasakan luar biasa rindu pada hal yang begitu semu. Kenapa kita tidak bisa kembali ke masa lalu? Kenapa kita hanya menjalani satu hari untuk satu hari? Mengapa tidak satu hari yang begitu panjang dan tanpa beban? Kadang gue merasa dunia tidak adil, gue menyalahkan dunia karena gue begitu takut pada Tuhan. Ya, dunia yang tidak adil, karena Tuhan maha adil. Gue hanya ingin merasakan gelanyar iitu sekali lagi saja, kok. Untuk masa lalu yang indah, bolehkah?
Gue jarang menangis, sih. Gue menangis disaat yang tidak terduga. Saat gue sungguh ingin menangis, gue malah tidak kunjung menangis meraung-raung untuk sekedar melepaskan beban. Gue biasanya hanya duduk termangu, dan seakan begitu otomatis, kenangan sialan itu kembali berputar tanpa henti. Saat akhirnya gue kelelahan akan keinginan menggebu untuk kembali, gue bakal tertidur.
Off from school. Stop this melodramatic words.
Yang paling menyenangkan saat liburan menurut gue adalah saat packing. Seriously! Biasanya waktu gue belum pindah rumah, malem-malem gue disuruh nyokap ngambilin baju mana aja yang mau gue pake. Dan astaga, itu rasanya begitu deg-deg-an, sampe gak bisa tidur nungguin besok. Kalo malem, bokap gue biasanya bilang, "Udah tidur sana, besok dapet flight pagi." dan gue gak akan tidur. Gue bakal mikirin apa yang bakal gue lakukan disana.
Selalu ada semacam rutinitas kalo gue pergi -- mostly Bali. Gue dan keluarga jarang beli tiket, maksud gue jarang beli tiket yang dari loket gitu. Berhubung keluarga gue itu bebas bayar tiket Garuda, kita jadi lebih sering go-show. Uh huh, jadi untung-untungan gtiu. Entah kenapa bokap gue terlalu males buat mesen tiket sekalipun gratis. Jadi biasanya, gue nunggu sambil beli donat, dengan koper-koper air crew-nya bokap-nyokap yang segede gaban. Ah, gue bersyukur punya orangtua air crew, lo tahu kan? Dapet koper gratis huahaha. Lalu Davin sama Trysha main dorong-dorongan trolley, dan nyokap gue yang ngamuk-ngamuk. Biasanya dia adalah orang yang sering capek duluan. Oh, poor mommy. Dan gue yang lebih memilih minum dan diam, menikmati keributan di sekitar gue.
Gue cinta bandara. Melihat orang-orang dengan koper mereka, dan gue mencoba untuk menebak-nebak kemana mereka akan pergi. Tapi yang membuat gue paling kagum dari bandara adalah saat gue melihat pesawat-pesawat itu baru take-off, atau air-crew yang hendak memasuki pesawat. It's kinda amusing, lol. Kata nyokap, gue norak, kayak gak pernah naik pesawat. Tapi sungguhan deh, rasanya gue bisa merasakan gelanyar excitement yang udah lama gak gue rasakan itu. Apalagi dengan lagu ini mengingatkan gue akan setiap perjalanan gue. Selalu lagu ini yang gue puter dari iPod kalo misalnya gue lagi nunggu tiket di bandara.
Rasanya bener-bener seperti liburan! Bebas dari segala tetek bengek sekolah dan beberapa hari ke depan untuk senang-senang. Nyokap gue juga berpendapat sama, kok.
Dan sekarang, kalo masalah boarding. Gue dan keluarga gue selalu telat boarding. Biasanya kita penumpang terakhir yang masuk, dan oke, itu memalukan tau. Untung biasanya gue duduk di depan jadi gak perlu menanggung malu lebih banyak, ha! Sumpah ya, gue paling males kalo misalnya gue baru duduk terus entar ada pramugari yang bilang ke nyokap gue, "Aduuuh, Euis! Kemana aja!" dan begitulah, nyokap gue kembal bersua dengan kawan-kawan lamanya. Agak memalukan sebetulnya. Biasanya bokap gue masuk belakangan, karena yang gue bilang, bokap gue kayak punya dunia sendiri gitu. Jadi dia suka melancong kemana-mana dulu. Dan waktu bokap gue masuk, pasti pramugari-pramugari cakep itu pada bilang, "Eh, Capt. Liburan, Capt?" dan kembali lah bokap dan nyokap gue bersua dengan para tante-tante pramugari, dengan berpasang-pasang mata orang tertuju pada keluarga gue. Itu, rutinitas yang selalu terjadi, sialnya.
Gue lebih banyak diam saat di pesawat. Kadang gue merasa amat sangat bahagia kalo pesawat udah mulai take-off. It seems like this is all I wanna do. Gue ingin jadi air-crew, tapi gue merasa begitu malu untuk mengucapkan cita-cita gue itu pada bokap. Dia menganggap gue anak bego, soalnya. Biasanya gue duduk sama orang gak dikenal, soalnya nyokap sama Trysha dan bokap sama Davin. Gue menikmati sensasi saat kuping gue serasa ditarik ke belakang sampai gue nangis, atau saat pesawat sudah mulai stabil melayang bebas di atas awan. Rasanya.. Itu udah klimaks-nya. Gue merasa begitu nyaman, dan enggak pengen cepet-cepet nyampe. Norak, ya? Iya, gue tau gue norak banget. Tidur saat pesawat mengudara adalah hal yang tabu buat gue. Entahlah, rasanya amat sangat tidak enak. Gue pernah dibawa ke cockpit sekali sama bokap gue waktu dalam perjalanan ke Bangkok-Jakarta. Waktu itu lagi sunset, dan langit disekitar kita amat sangat oranye, amat sangat indah. Gue melihat panel dan tombol-tombol di sekitar kemudi pesawat, dan sejak itu gue tau, gue ingin jadi seorang pilot wanita. Sekalipun keadaan mata gue amat sangat tidak memungkinkan.
Setelah gue sampe di bandara tujuan, ini yang kadang bikin gue males. Keluarga gue itu amat sangat tidak well-prepared! Gue tahu, di spot yang sama, dan waktu yang sama, gue pasti bakal nunggu mobil sewaan dateng sampe berjam-jam, biasanya itu terjadi di Bali. Dan setiap gue ke Bali pasi selalu begitu. Gue yang sibuk sms-in temen-temen, adek-adek gue yang ngerepotin, nyokap gue yang menggerutu, dan bokap gue yang sibuk nelfonin si agen mobil sewaan bernama Putu atau Ketut. Yah, begitulah. Gue tidak ingin ke Bali mulu, gue ingin suasana yang beda.
Dan setelah ini gue bertanya, kapan gue akan merasa seperti itu lagi?
Jadikah?
Secepatnya?
08:16
Mental Disorder Part II
My moon. My men.
I ain't no ordinary. Seriously. Being ordinary sucks, hate it. When you're just the same as the common girls, you are undetectable, and no one would notice you. Which is sucks like hell. Cewek-cewek di sekitar gue tergila-gila dengan Robert Pattinson, that vampire heartrob or whatever you named it. Oke, dan bukan hanya satu, sejuta cewek seumuran gue begitu jatuh cinta sama dia. Gue heran, kalo gue emnunjukkan cowok cakep lainnya mereka masiiiih aja berkutat sama si Patty itu. Astaga. Sama semua. Gue tidak melihat kalo si Edward Cullen itu menarik, sama sekali enggak. Mirip supir gue, rambutnya. Ganteng apa? Mukanya kayak beton. Yo, girls, no offense.
Gue ngomong apa sih.
Seriously. Don't compare me with anyone. Today I'm gonna take you to the world of my men. HA! Lo tahu kan gue seorang pemimpi yang menyedihkan, kayakya basi banget ya kalo gue bilang gue juga cinta sama Robert Pattinson atau Jesse McCartney. Blah! Gue akan membawa lo ke setiap lakon dalam imajinasi gue yang begitu imajinatif. Alasan kenapa gue tidak naksir cowok-cowok ganteng yang berlalu lalang di sekitar gue, dan biasa ditaksir cewek-cewek. Gue hidup dalam dunia gue sendiri. Don't be surprise. Told you, I'm unpredictable as well. So, take a look.
Hm, mungkin selera gue yang aneh.
(drumrolls)
.................. MY MEN!
(man's voice)
"She's gonna take you to the place where imagination is real."
***
(urutannya ngacak. HINT: the first one on my top list is a French actor)
ALEX EVANS
May I say that he's a weird emo-guy? I HATE EMO-GUY! But he's way too charming to be hated. Those clear blue eyes, that dark hair, and that personality! Geez, I watched his video on those teacups, and.. You know, I don't really like shy guy, but he's completely HOT. Tapi geu gak terlalu suka, sih.
Used to be my favorite one. Charming, and british. But I'm not interested to a gay. Pathetic.
ALEX TURNER
He's british and hot, that's all. He looks so innocence, and that lips!!!! I can't help not to kiss it (mati.) Ngomong-ngomong gue jadi teringat sama pembicaraan gue dan Noni di depan layar komputer.
(mantengin foto Alex T. makan apel)
Dara: "Gue akan melakukan apapun untuk bisa jadi Alex Chung."
Noni: "Gue akan melakukan apapun untuk bisa jadi apel itu."
It inspired me a lot. Seriously.
ADRIEN BRODY
Jujur ya, gue bisa cinta banget sama cowok bertipe wajah kayak dia. Lo tahu kan? Yang berwajah sendu menghanyutkan, ah gue cinta. I could imagine him as a man with that fidelity, and romantic side. Aw. Apa tidak ada cowok Indonesia berwajah seperti dia? Please don't tell me there is not.
GASPARD ULLIEL
Hm. Terdengar asing di telinga anda? Jangan terkejut, kwrena sesungguhnya dia memang tidak seterkenal itu. Gue akui satu-satunya film yang membuat gue sadar akan kehadiran dia hanyalah Hannibal Rising. Not a real amusing movie, though. Kinda boring. BUT HOW COULD I BE BORED IF GASPY'S DELIGHTING MY MIND? Geez, the only thing that could force me to stay still is.. Him. I was blinded by his affection and charm. Almost perfect in my eye. Those brilliant green eyes, that fresh lips, and that scar on his cheek. Gue gak tau, gue hanya diam dan terus memandang Hannibal Lecter muda itu tanpa bergerak. Jatuh cinta, gue. IDK, I don't really like French, tough. Entahlah kenapa, sebenernya mereka sama aja sama cowok-cowok yang lain, tapi kalo denger seseorang itu French gue langsung ilfeel. Tapi itu sama sekali tidak terjadi pada Gaspy gue, gue cinta dia apa adanya. Ah, he's just so flawless
JAMES MCAVOY
Hot. Astaga, kenapa cowok Inggris betul-betul sangat impresif? Perfections behind simplicty, the opposite of those Americans. Gue cinta dia, mukanya sangat sangat sangat membuat gue nyaman. Tidak seperti Tyson Ritter yang berwajah mesum. wajah seperti James dan Alex dan Adrien membuat gue merasa hangat. Well, spot the difference by yourself. I hate sexy guys, actually.
HUGH JACKMAN
Halo Om. Ah gue cinta sama si Om ini, sekalipun dia sudah berumur 40 pas, but dunno why he still looks young and passionate. Terlebih dia pemeran Wolverine, why would I don't like him? Sayang-sayang, dia sudah om-om.
OWEN WILSON
Sir Owen! Kill me. I know he's hideous, but I still like him. He's funny, though. Mungkin karena dia mirip seseorang yang benar-benar sudah gue lupakan dari masa-masa kekonyolan gue? Hm, mungkin. Tapi nyokap gue aja maklum kalo gue suka Mr. Owen. Anehnya, dia justru menganggap kesukaan gue terhadap cowok-cowok yang lain malah aneh. Mr. Owen, dying for your signature! Gue cinta deh dia sama Kate Hudson. Perfect match, aw.
VIN DIESEL
Cool. This is what I call "Guy."
ED WESTWICK
Dulu gue tergila-gila sekali sama dia. Berkali-kali mimpiin dia. But he looks gay these days. Hate it. Dan entah kenapa makin lama gue jijik sama dia, euw.
TOM CRUISE
Tua. Oke, gue tau, dia tua. Dan sangat.. Apa ya? Sangat bukan gue, mungkin. Oke, geu tidak peduli siapa dia sekarang, tapi gue cinta dia saat jadi Cahrlie di Rain Man! Geez. So charming, used to. Coba search di youtube : Rain Man.
***
Hm, apa yang dia pikirkan sih? Oh ya, ada yang terlewati: Bojan. How could I forget him? My little bunny sweety boo? Sorry, dear Bojan. Yo're way too important to be wrote down here with all my lovers HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHA!
Ah gue merasa begitu kalut hari-hari ini. Tiap pagi gue bangun, yang terpikirkan gue hanya perkataan (atau mungkin lebih terdengar sebagai ancaman) dari Ayah. Astaga, tiap pagi gue bangun dan terpikirkan hal itu, rasanya gue langsung kembali tertohok, dan sungguh gue enggan untuk bangun, dan menunggu jawaban akan kepastian yang masih belum jelas.
Memang masih belum jelas.
Yang jelas; Dia kalut!
Gue masih mencita-citakan perjalanan seminggu itu, memimpikannya dalam setiap mimpi malam gue, dan bertaruh segalanya untuk bisa kesana! Itu.. Gue hanya mau itu untuk tahun ini. Harusnya gue tidak usah menuntut banyak saat ulang tahun gue, relakan hari itu begitu sepi dan tidak menarik demi perjalanan itu! Harusnya gue pergi dari IH 6 bulan untuk nilai bagus yang berbuah perjalanan itu. Astaga, betapa gue inginnya melakukan perjalanan itu.
Sekarang hanya ada dua.
Iya atau tidak. Dan kemungkinan besar jawabannya adalah tidak. Gue menyadari betapa bodohnya gue semester ini, terlalu malas dan sering melupakan hal yang sungguh penting. Menganggap nilai adalah suatu perutnungan belaka, dan bukan sesuatu yang patut dipertaruhkan. Tolong. Gue bisa nangis lagi, nih. Gue sekarang masih memegang buku itu, TUR GERSBERG 2009. Dan gue sangat ingin pergi kesana. Freeport, Timika.
Gue curhat ke Yessi, gue bilang apa yang Ayah bilang. Dan Yessi bilang, "Kalo gitu, kayaknya dah pasti jadi deh." Sebenernya iya sih, bokap gue udah mesen cuti bulan ini dari tahun lalu, dan gue rasa dia sama ngebetnya. Tapi, bokap gue itu bukan seorang oportunis seperti gue. Dia itu memegang teguh tiap ucapannya, sungguhan. Gue masih bisa nangis lagi. Bagaimana rapot gue? Kalo dia lihat itu dua merah pada MIPA, liburan Timika-Biak-Jayapura-Manado gue dijamin akan dibatalkan.
Dan gue masih bisa nangis lagi.
Mungkin sudah pasti; Perjalanannya akan dibatalkan.
Gue tidak akan pernah kesana.
Dan itu adalah ucapan seorang pengecut.
Thursday, 18 June 2009,00:38
I'll Pay a million thousand bucks to Kiss Arctic Monkeys (specifically, ALEX TURNER!)
Mardy Bum - Arctic Monkeys
Well now then Mardy Bum I've seen your frown And it's like looking down the barrel of a gun And it goes off And out come all these words Oh there's a very pleasant side to you A side I much prefer It's one that laughs and jokes around Remember cuddles in the kitchen Yeah, to get things off the ground And it was up, up and away Oh, but it's right hard to remember That on a day like today when you're all argumentative And you've got the face on
Well now then Mardy Bum Oh I'm in trouble again, aren't I I thought as much Cause you turned over there Pulling that silent disappointment face The one that I can't bear
Why can't we just laugh and joke around Remember cuddles in the kitchen Yeah, to get things off the ground And it was up, up and away Oh, but it's right hard to remember That on a day like today when you're all argumentative And you've got the face on
And yeah I'm sorry I was late but I missed the train And then the traffic was a state And I can't be arsed to carry on in this debate That reoccurs, oh when you say I don't care but of course I do, yet I clearly do!
So laugh and joke around Remember cuddles in the kitchen Yeah, to get things off the ground And it was up, up and away Oh, but it's right hard to remember That on a day like today when you're all argumentative And you've got the face on
A word popularly used in the Nottingham/East midlands area of england. Words with a similar meaning include: stroppy, moody, sulky, grumpy, childish etc.
Love this song. All about mardy person, gue jadi teringat seseorang. Yang pas awal-awal baik banget eh terakhir-terakhir jadi sangat argumentatif and turned into somekind of jerk, blah. I dunno why, some people say that things don't change, but we change. I dunno if I've changed like.. totally. But it's more like people around me are changing, and I don't. I know, some proverbs said that everybody changes. But I never feel like changing. I'm still the same person.
Aaah gue cinta Arctic Monkeys.
00:13
Neither Indonesian nor English.
Gue percaya gue itu seorang yang bermulut besar dan terlalu idealis. Karena gue tidak bisa menentukan satupun sifat positif dalam diri gue. Selain pendusta dan pengecut, sebut saja gue seorang penipu. Pendengki juga, mungkin? Tapi mungkin gue lebih nyaman disebut sebagai sesosok ambigu yang menyebalkan. Atau itu yang Ibu bilang pada gue.
Gue bermulut besar. Gue menjilat liur gue sendiri. Shame on me!
Belakangan ini -- ralat, sudah sejak lama gue mempertanyakan rasa nasionalisme sodara-sodara dan kawan-kawan gue. Bahkan orangtua gue, terutama Ibu. Gue menghujat mereka yang terlalu cinta dengan negara kapitalis di ujung sana ketimbang tanah air mereka sendiri. Ha-ha.
Told you, shame on me. Harusnya gue malu sama diri sendiri.
Mulut besar.
Nyatanya? Gue tidak pernah membeli barang-barang Indonesia, amat jarang mendengarkan lagu Indonesia. And perhaps, I mostly think that English is way cooler than Bahasa Indonesia. Bunuh. Gue. Seketika gue begitu malu dengan ucapan heroik gue. Berucap layaknya seorang pahlwan kesiangan yang lupa berkaca, begitu?
Gue jadi semakin mempertanyakan jati diri gue.
Sungguh gue malu.
Wednesday, 17 June 2009,23:20
Stolen.
Gue merasa begitu lelah hari ini. Gue merasa gue begitu tidak berdaya. Tapi kenyataannya rasa lelah dan enggak berdaya seperti ini datang tiap hari dan tiap saat dalam kehidupan gue. My life sucks. Gue iri pada mereka yang bisa mengikuti kemauan mereka sebebas-bebasnya, menjadi apa yang mereka mau, with no one force em to do something they don't want. I always dreamed of having that kind of freedom. Ini negara bebas, tapi gue bukanlah seorang yang bebas. Gue beruntung, ucap mereka. Tapi gue merasa terpasung.
Oportunis yang menyedihkan, terombang-ambing dan tak punya hak untuk menentukan kemauannya sendiri. Gue dibingungkan dengan jati diri gue, dan masa depan. Andaikata waktu tidak pernah berdetak, dan berjalan, andaikan hidup tidak pernah berjalan dan kita hanya menjalani satu hari yang begitu panjang, maka gue tidak bakal jadi sesosok menyedihkan yang tidak pernah mengenal dirinya sendiri. I claimed that I know myself, could you see that I lied? Gue hanya berani menghujat di belakang, tapi nyatanya gue hanyalah sesosok pengecut kecil yang enggak pernah berani mengungkapkan pendapatnya.
Sekarang dia bukan hanya seorang pendusta,
ia seorang pengecut.
Gue ingin bicara pada Ayah, ingin ia mengetahui apa yang benar-benar gue cintai. Bukankah yang ia tahu selama ini hanya bagaimana cara melihat nilai 90 besar-besar di kolom IPA gue? Gue berdosa. Sebagai anak yang tak tahu diri dan tak tahu malu, gue menyedihkan. Ayah selalu ingin gue seperti dirinya, nilai sempurna dalam IPA, tapi gue tidak pernah merasa gue akan seperti dia. Gue mengagumi profesinya, dan seringkali terbesit perasaan begitu menggebu akan keinginan gue agar bisa sama dengannya. Tapi hari ini gue sadar, gue bukan Ayah. Dan gue enggak bakal pernah bisa menjadi seperti Ayah. Sekalipun gue ingin. Sangat ingin.
Tapi gue tidak pernah punya kemampuan untuk bicara pada Ayah. Gue terlalu takut. Gue ingin bilang padanya, agar coba ia berhenti menganggap gue sama dengannya. Coba menerima bahwa gue bukan dia. Belajar merelakan kan, Yah? Dia bilang gue terlalu ambisius, dan apa dia tahu selama ini gue melakukan itu hanya semata agar ia bisa mengucapkan kembali kalimat yang gue rindukan itu? Bahwa dia sayang sama gue? Kapan terakhir kali dia mengucapkan itu? 3 tahun yang lalu? Atau kapan..?
Gue mencintai suatu bidang yang ia anggap remeh, ia anggap itu bukan suatu kelebihan, karena yang ia tahu hanya satu hal. Keberhasilan seperti dirinya. Tidak peduli betapapun gue emncintai bidang itu. Gue harus memikul beban bidang yang gue benci, untuk apa? Apa gue harus membuang tahun demi tahun melakukan sesuatu yang gue tidak suka, hanya semata-mata untuk menyelamatkan diri dari amukannya? Why couldn't he see how hurt I am? How tired I am of fullfilling those things he loves, but I hate? Bukankah ini hidup gue dan bukanlah hidup dia? Tidak bisakah ia belajar merelakan?
My life was stole.
Tuesday, 16 June 2009,06:33
Di Ambang Ketidak-warasan
Gue baru aja selesai belajar PKN.
Hari ini gue merasa begitu aneh, hari ini berjalan sama seperti hari sepi lainnya. Saat mereka tertawa, dan begitupun juga dengan gue. Tapi tawa membahana yang heboh-hebohan itu rasanya enggak pernah benar-benar mengisi relung hati gue. Sebut gue konyol atau apa, tapi kadang gue merasa gue hidup di lingkaran yang salah. Gue suka sama teman-teman gue, mereka lucu dan selalu bisa membuat gue tertawa-tawa Tapi pernah engga lo merasakan sekalipun raga lo tertawa tapi jiwa lo terasa bagaikan hanya sebuah selongsong jiwa tidak berbobot yang melayang-layang pergi dengan pikirannya sendiri? Kadang gue merasa hanya menjadi diri gue sendiri saat gue sedang bicara sama diri gue sendiri.
Gue rasa gue memang sakit jiwa.
Sakit jiwa biasanya diartikan sama teman-teman gue dalam konotasi positif -- dengan artian kocak. Tidak, gue sungguhan sakit jiwa. Sekalipun gue malu mengakuinya, tapi kali ini gue berusaha tidak lagi peduli. Gue suka bicara pada diri sendiri, menanyakan hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh teman-teman gue sebelumnya. Lo tahu kan? Percakapan yang aneh. Mungkin gue kesepian. Though I got these funny buddies around me, I think I'm still lonely. Not kind of BF-less like what Alodie said, I just.. Feel lonely. With no obvious reason.
Gue menjadi anak pencetus ide yang galak di rumah, gue jadi anak aneh yang suka nimbrung di sekolah. Tapi gue merasa keduanya sama sekali bukan gue, bahkan gue sendiri bingung menentukan gue itu seperti apa? Selama ini gue menganggap diri gue aneh, tapi belakangan gue lebih nyaman menganggap kalo orang-orang di sekitar gue yang aneh. Bukan aneh, mereka hanya.. Tidak pernah mengerti. Mereka menerima yang biasa, tapi mereka menghujat yang luarbiasa. Gue bilang, dunia itu tidak adil. Jadi..? Siapa dan apa gue senetulnya? Gue pernah disuruh bikin penjabaran tentang diri gue sendiri sama guru BK. Saat itu, sekitar 10 bulan yang lalu, gue mengatakan kalo gue bukanlah seorang oportunis. Ah, gue rasa gue salah, gue seorang oportunis yang menyedihkan. Terombang-ambing ditengah orang-orang yang berbeda. Anzal yang penggerutu, Noni yang terawat, Indira yang seru, Alodie yang aneh, Lydia yang gila, dan Chika yang heboh.
Lalu gue sendiri, apa?
Gue pikir gue punya karakter yang berbeda. Indira pernah bilang, "Ih, Dara lo berani banget, deh. Berani beda gitu maksudnya, pake topi segala macem." It boosted up my confidence. Until just now, gue merasa begitu.. Berbeda.
Mungkin gue sedang jatuh cinta. Hm? Gue jatuh cinta dengan figur diri gue yang gue buat sendiri, tidak peduli sekalipun itu bukan gue. Gue berusaha mencintai diri gue, dan tentu saja gue berhasil. Tapi sekarang, di tengah malam kayak gini, giliran gue yang bertanya, apa figur yang selama ini gue bentuk itu nyata? Apa itu gue yang sebenarnya, ataukah itu hanya sebatas figur dalam angan gue yang paling dalam? Tuh kan, lagi-lagi gue enggak bisa menjawab. Mungkin gue sedang jatuh cinta. Bodoh ya si aneh ini. Gue sering merasa gue mencintai sesosok semu. Sesosok yang selalu tertutup kabut pekat. Seriously, gue merasa seperti itu sejak lama. But I just can't figure out who is that guy. That guy I always dreamed of.
Tidak waras, ya?
Saturday, 13 June 2009,03:21
John Milton
Selama ini geu cuma tau satu puisinya John Milton, On His Blindness. Nice poem, though. But I was just googling around, until I found another poem of him. I love this one, he's a great poet of all time, though. Aaaaaah it makes me wanna turn back time.
Iya sih, gue tau John Milton gak terlalu terkenal Terkenal sih, terkenal banget, tapi bukan di Indonesia. Gue aja tau John Milton dari esniklopedi gue. Entah kenapa gue berpikir, apa dulu orang-orang seperti John Milton bisa kaya ya, hanya dengan membuat puisi? Maksud gue.. Jaman dulu dia memperoleh uang darimana gitu ya? Oke, just another random thoughts, I know.
Ah gue cinta pujangga-pujangga macam John Milton dan Shakespeare. Chairil Anwar dan Kahlil Gibra juga, sih, tapi gue enggak terlalu tau puisi-puisi mereka. Btw, I love Chairil Anwar's Dipoegoro. Dari dulu gue selalu bercita-cita bisa bikin puisi yang gimana ya.. Yang kerenlah gitu. Tapi agaknya gue enggak berbakat.
Another On The Same
Here lieth one who did most truly prove, That he could never die while he could move, So hung his destiny never to rot While he might still jogg on, and keep his trot, Made of sphear-metal, never to decay Untill his revolution was at stay. Time numbers motion, yet (without a crime 'Gainst old truth) motion number'd out his time: And like an Engin mov'd with wheel and waight, His principles being ceast, he ended strait. Rest that gives all men life, gave him his death, And too much breathing put him out of breath; Nor were it contradiction to affirm Too long vacation hastned on his term. Meerly to drive the time away he sickn'd, Fainted, and died, nor would with Ale be quickn'd; Nay, quoth he, on his swooning bed out-stretch'd, If I may not carry, sure Ile ne're be fetch'd, But vow though the cross Doctors all stood hearers, For one Carrier put down to make six bearers. Ease was his chief disease, and to judge right, He di'd for heavines that his Cart went light, His leasure told him that his time was com, And lack of load, made his life burdensom That even to his last breath (ther be that say't) As he were prest to death, he cry'd more waight; But had his doings lasted as they were, He had bin an immortall Carrier. Obedient to the Moon he spent his date In cours reciprocal, and had his fate Linkt to the mutual flowing of the Seas, Yet (strange to think) his wain was his increase: His Letters are deliver'd all and gon, Onely remains this superscription.
03:10
"What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet."
OMG. Gue tadi iseng googling terus gue nemu Romeo and Juliet, the entire play! Selama ini gue hanya baca potongannya aja, atau quote-quote-nya aja. I wasn't expected to find the entire play, cos I thought it's a forbidden document. Ok, stupid thoughts, I know. So here it is. The best play ever made!
Karena terlalu panjang gue kasih link-nya aja, ya.
Ketawa, silahkan, emang hari ini gue bertambah aneh. Kata nyokap gue, dulu gue sempet didiagnosa pengidap autisme -- untungnya bukan yang parah. Jadi hari ini gue kumat, ya? Apalah, pokoknya gue pengen main film, atau paling enggak jadi figuran juga gapapa, deh. Rasanya enak banget, kan? Apalagi kalo co-star kita gantengnya minta ampun. Oke, gue tau gue mengkhayal, tapi.. please. Gue pengen main film. Sekarang kan jadi aktris enggak perlu cantik, ya kan? Asal akting-nya bAgus juga orang-orang pada suka. Pokoknya gue mau main film yang co-star nya ganteng.
Eh, tapi mendingan jadi aktris serial TV.
Ini semua berawal dari tadi malem, gue begadang, entah kenapa gak bisa tidur. Insomnis, mungkin. Karena geu sudah muak ngeliat Facebook, dan terlalu males buat buka IH, akhirnya gue ganti-ganti channel TV gue. Awalnya mau nonton Midsomer Murders, tapi sialnya saya ketinggalan satu episode, saudara-sauadara! Ah, padahal kayaknya seru tuh, gue cuma nonton terakhir-terakhir nya, kampret. Gue pikir setelah itu ada The Biggest Loser, tapi ternyata yang muncul adalah ER.
Err, oke, ER.
Gue tertarik, sih. Hanya saja gue jarang ngikutin serial itu.
Lagipula gue gak tau pemainnya siapa, kedokteran gitu lagi.
Malesin.
Err, gue baru aja berniat untuk ganti channel waktu segerombolan dokter dateng, dengan jas atau apalah yang warna putih khas dokter itu. Er, astaga.
Gue diam, alngsung menegakkan posisi duduk gue, sambil memeluk bantal kuat-kuat. Gile, malem-malem, cobaan iman, nih. Gue langsung menggigit bibir gue keras-keras. Ah, this is what I call DREAMY.
Gue mau jadi pasiennya, plis.
PLEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAASE.
Gue. Frustasi.
Gue langsung membeku seketika, oke dia tua. Tapi, umur bukan penghalang kan (ceilah). Untuk pertama kalinya dalam hidup gue, gue bener-bener pengen main di sinetron TV, sangat. Amat sangat ingin, walaupun sebetulnya gue paling enggak tertarik ama akting-aktingan.
Tapi ini lain cerita, bos.
Noah Wyle and George Clooney as doctors. Ah ralat, Superhot doctors!
Dan angan gue kembali meliar.
Friday, 12 June 2009,07:06
The Susilos Are Weirdos
Kadang gue merasa berada di tengah-tengah kerancuan dimensi. Kadang gue merasa gue berada di waktu dan masa yang salah, harusnya 1995 bukan tahun kelahiran gue. Dan harusnya gue enggak menggemari Arctic Monkeys dan FTSK. Yah, gue cinta mereka, tapi gak sebesar cinta gue akan masa lalu yang enggak pernah gue jajal. Semuanya berawal dari kisah dan kegembiraan nyokap masa muda dulu, menularkan virusnya ke gue, dan entah mengapa, gue merasa begitu menyesal telah dilahirkan. Tolong, harusnya gue jadi nyokap dan nyokap jadi gue. Bukan sebaliknya.
Sebenarnya semua ini salah MJ dan Madonna, serta Earth Wind and Fire serta Donna Summer serta John Travolta serta QUEEN dan.. Tolong! Gue. Cinta. Mereka. It seems like I've been there before, to the place sounds familiar even though I wasn't even born yet at that glorious time! Seakan gue pernah berada di saat MJ belum operasi plastik dan gue begitu sedih melihat keadaannya sekarang, mengenang masa lampaunya yang begitu jaya dan menyesalkan keputusan konyol itu. Seakan-akan gue memang benar-benar pernah berada di era 80-an!
Saat gue berharap lahir di tahun 60-an, agaknya nyokap gue lebih memilih lahir tahun 95. Awalnya kan karena MJ dan Arctic Monkeys!
(di pelataran sebuah apartemen)
Dara: (nyetel Teddy Picker dari HP) Ibu : (sibuk dengan HP-nya dia) "Itu apa?" Dara: "Heh? Arctic Monkeys. Itu loh Bu, Alex Turner." Ibu : "Ooooh ini toh Arctic Monkeys!" Dara: "Hm? Iye."
(di rumah Anggrek)
Dara: (nyanyi-nyanyi Billie Jean) Ibu : (sibuk depan komputer) "Mbak, lagu yang tadi apa?" Dara: "Lagu yang mana?" Ibu : "Yang tadi kamu setel di mobil." Dara: "Teddy Picker." Ibu : "Gimana tulisannya?" Dara: "T-E-D-D-Y P-I-C-K-E-R." Ibu : "Oh, oke makasih."
Dan oke, gue pikir dia nanya mau ngapain. Sejak awal gue bisa menangkap raut wajah ketertarikan sih dari wajah nyokap gue, tapi mana gue tau ternyata dia jadi suka Arctic Monkeys! Oke, sekarang dia jarang nanya-nanya lagi sih, tapi kadang dia suka nanyain tulisan Fluorescent Adolescent kayak gimana. Tolong, gue mati.
Ibu : (nyetel Teddy Picker) Dara: "IH IBU APAAN SIH. Sok nyetel deh!" Ibu : "Ih kenapa sih emang? Enak lagunya."
Nyokap gue gaul juga ya, dan anda tahu apa? Dia sangat update! Tau aja Jennifer Aniston baru putus ama John Mayer atau si ini sama si itu, dan oke, gue bersyukur dia belum sempat menyentuh Gossip Girl. Gue gak rela dia naksir sama Chuck Bass, astaga Tuhanku ya Allah! Nyokap gue itu casing-nya udah tua, tapi entah kenapa jiwanya masih terlalu muda. Kadang gue sampe suka nyindir-nyindir, "WES TUWEK WES TUWEK!" gue tau nyolot, sih. Tapi tau gak sih punya nyokap yang lebih gaul daripada lo gimana rasanya? Parah sekali. Gue paling males kalo dia udah nonton Miami Ink sama bokap gue, terus dia yang kesengsem gitu ngeliat si tukang tato yang botak itu, suka ngomong-ngomong sendiri, "Ini nih orang botak paling seksi setelah Vin Diesel." AAAAAAAAAAAAARRRGGGGHH, sementara bokap gue kolotnya minta ampun, nyet, sekalipun dia suka Norah Jones, sih. Geez!
Dan mungkin dia berpikrian yang sama kayak gue. Maksudnya, mungkin terkadang dia suka pikir, "Kok anak gue seleranya jadul amet ya?". Kadang dia suka menatap gue aneh gitu kalo misalnya gue suka teriak-teriak sendiri abis dengerin MJ atau enggak MLTR. Dia suka bilang kalo gue itu aneh, dan entah kenapa gue bisa begitu tertariknya dengan lagu-lagu jadul. Yah, sebelumnya lebih parah, sih. Kalo sekarang gue menggilai era nya MJ, dulu gue menggilai Frank Sinatra. Gile, dengerinnya Frank Sinatra, kadang bahkan Elvis Presley atau Marilyn Monroe. Kalo itu mah bokap gue, dia terjebak di lagu 50-an, and not moving on till now.
Emang aneh keluarga gue.
Eh BTW, gue heran deh si Mr. Barnaby cuma polisi doang kok mobilnya bisa Jaguar gitu ya, terus si Joyce mobilnya yang Porsche mahal gitu. Oke gue tau emang gak nyambung tapi gue lagi nonton Midsomer Murders.
Thursday, 11 June 2009,22:46
Othello, Here's Your Dearest Match.
I am so jealous.
I dunno, I used to be a careless girl, didn't give a damn on someone's achievement. I don't care, cause I thought I already got everything I want, and people are supposed to envy me, not the opposite. And now, I'm obviously wrong, totally wrong. It might sounds like an immature thought of a filthy adolescent, but well yeah, perhaps Im a brainless filthy adolescent. It's like.. Bugging me. I'm pissed.
Othello, Othello, sayangku.
Dia saudaramu.
Gue benci kalo gue merasa sangat iri akan sesuatu. Hm, tidak bagi gue itu bukan sekedar iri, itu juga sebagai ukuran pencapaian gue. Gue akan merasa sangat rendah setelah membandingkan diri gue dengan mereka yang lebih, dan berakhir dengan menangis sejadi-jadinya karena tak mampu menanggung malu. Sejujurnya gue bukan seorang yang begitu ambisius untuk meraih sesuatu. I almost like just go with the flow and could be so careless. Maksud gue, untuk apa? Menurut kebanyakan pengalaman semakin dikejar suatu impian itu, maka impian itu akan pergi semakin jauh. Oke, stupid. Er, ralat, bukan pengalaman sih, just a tiny silly piece of my thoughts. Tapi, gue percaya itu.
Jealousy. Jealousy.
Why don't you just go away?
Invidia yang menerjang, sungguh gue gak mampu menjabarkan apa yang bisa membuat gue begitu iri dengan.. segalanya? Tidak berhenti menyalahkan keadaan dan tidak berusaha memahami situasi. Menuntut kesempurnaan yang jelas begitu jauh, dan menolak kekurangan seakan gue begitu perfeksionis. Perfection -- I call myself with Imperfections. Penuh dengan kecacatan abstrak yang bisa dilihat dimana-mana. Beberapa tahun yang lalu mungkin gue begitu bangga dengan keadaan gue yang menurut gue hampir sempurna. Astaga, pikiran tolol apa itu! Sempurna? Sekedar untuk menjatuhkan kepercayaan mereka yang tidak sempurna. Gue ingin sempurna. Ingin cantik dan pintar. Pandai bersikap dan tahu adat. Percuma berotak tapi seperti binatang, atau cantik tapi tak berotak layaknya Barbie. Gue ingin sempurna.
And perfections were not made for human.
Mungkin ada, di buku cerita. Kenapa Harry Potter yang sangat sensitif dielukan banyak orang?Kenapa Paris Hilton yang brainless digemari jutaan orang? Kenapa Bella Swan yang nyolot bisa bikin Edward Cullen jatuh cinta? Atau kenapa cewek cunpe macam Luciana Salazar bisa dapet seorang Lionel Messi? Atau.. Atau, kenapa gue tidak ditakdirkan untuk beruntung dan sempurna? Kenapa gue harus dikelilingi oleh orang-orang beruntung yang dengan bangganya menceritakan kehidupan mereka yang gue impikan? Kaya, ditaksir banyak orang, pacar ganteng, personaliti menarik? Dan apa yang tersisa buat gue? Adakah?
I only left with these impetuous minds, these burning desire, this embarassing lust, this imperfect look, and these flaws? Gue hanya bertanya, mengapa? Merasa terlalu hina untuk memohon dan terlalu penakut untuk menghujat. Tidak sempurna. Dan lambat laun diri gue semakin menghancurkan gue, membuat semuanya tambah menyengsarakan.
Siapa yang salah?
Ah, gue hanya iri. Pemimpi yang iri.
08:38
Mental Disorder.
Maafkan anakmu, Bu. Dia gila. Otaknya tak lagi berfungsi.
Dia bilang gue gila, dia bilang gue punya dunia sendiri. Dan gue diam, mungkin diam benar, mungkin gue sudah kelewatan. Jika lo tanya, seringkali gue gak punya jawabanya.
Agak susah untuk membedakan yang mana kenyataan dan khayalan belaka. Bagi gue.
Khayalan ini nikmat.
Dan mereka bilang nikamt itu dosa.
Tapi gue gak percaya.
Pemimpi yang malang, mereka bilang.
Sebenernya hanya lagi gak ada kerjaan, tadinya mau belajar IPS tapi entah kenapa gue gak tertarik. Jadi yah, gue mulai menularkan pengaruh buruk gue ke orang di sekitar gue. Setelah Syifa, Noni dan Rara jadi korban, kali ini Uca. Huahaha! Sebenernya awalnya masih panjang tapi gue close sih waktu itu, payah ya gue. Oh ya ngomong-ngomong Gretchen Wallace itu gue.
***
uca_bleau: iya dar, meringankan beban rasanya
Gretchen Wallace: eeeeeh siapa tau suatu saat jadi kenyataan
Gretchen Wallace: bisalah jadi kenyataan
uca_bleau: amiin ya dar ya
Gretchen Wallace: tapi gue gamau ditabokin Gaspard
uca_bleau: terus lo jadinya mau sama siapa dar?
Gretchen Wallace: gatau ca
Gretchen Wallace: sama Tyson, mungkin
Gretchen Wallace: tp dia bokep parah :3
uca_bleau: e---emang lu udah pernah diapain dar sama dia?
uca_bleau: ooh, jadi lu bisa mencegah itu semua dar?
uca_bleau: [s]sayang tuh padahal dia seksi[/s]
Gretchen Wallace: gue bilang, "Are you mad? I would love to do it, and more I love you, the chance for Gaspard to know this affair is bigger."
Gretchen Wallace: iya seksi banget
Gretchen Wallace: gue juga sudah menahan nafsu Ca
uca_bleau: hmmp, iya sih dar
uca_bleau: lo kan udah jadi istri orang ya
Gretchen Wallace: iya udah ijab kabul, bok :3
Gretchen Wallace: tau gitu gue gausah kawin aja
uca_bleau: ijab kabul?
Gretchen Wallace: he eh
uca_bleau: GASPI MASUK ISLAM? :0
Gretchen Wallace: Loh, lo baru tau?
Gretchen Wallace: kalo lo sama Skandle? Gimana?
uca_bleau: kalo gue sama Skandi sih beda haluan gitu deh dar
uca_bleau: dia atheis kuat sih, gue juga ngga bisa apa-apa
Gretchen Wallace: Sabar ya, Ca.
Gretchen Wallace: lo tau ga, gue kemaren dikenalin sama temen gue gitu sama anak Amerika gitu, cuman beberapa umur diatas kita. anaknya manis banget, sopan gitu, terus polos banget. gue rasa cocok abis buat lo
Gretchen Wallace: namanya... gue lupa deh, David Archuleti apa Archuleta gitu
Gretchen Wallace: kalo gue sih, gue ga tertarik ama yang polospolos
uca_bleau: wah?
uca_bleau: gue sih anak baik-baik sih dar
Gretchen Wallace: iyalah
Gretchen Wallace: gue juga anak baikbaik
Gretchen Wallace: tapi lingkaran gue enggak baik
uca_bleau: iya, gue tau lingkaran lo ngga mendukung dar
uca_bleau: gue juga lagi rada tertarik sama mathias (lauridsen)
Gretchen Wallace: gue gak tertarik ama model sih Ca
uca_bleau: dan dia sering main ke rumah gue yg di beverly hills loooh
Gretchen Wallace: gue di Upper East Side sih
Gretchen Wallace: jadi palingan ketemuan sama Tyson sembunyi-sembunyi kalo dia lagi manggung
Gretchen Wallace: eh lo udah liat actingnya Tyson di House Bunny?
uca_bleau: eh udah lama juga ya kita ngga arisan ngomong-ngomong
uca_bleau: belom, kenapa emang?
Gretchen Wallace: aktingnya lucu
Gretchen Wallace: gue tambah suka
uca_bleau: hmm, ntar gue liat Dar
Gretchen Wallace: okeyyyyyy
uca_bleau: aduh si skandar manggilin gue terus deh ah
Gretchen Wallace: ah tendang aja si Skandar
Gretchen Wallace: Gaspard aja jam segini belom pulang
uca_bleau: jangan gitu juga sih dar mending gue cium aja
Gretchen Wallace: gue udah jarang nyium Gaspard
Gretchen Wallace: tp kadang dia suka maksa
uca_bleau: kenapa?
Gretchen Wallace: gue.. kesal.
uca_bleau: iya sih gue ngerti bgt apalagi nginget elu pernah ditampar di depan Tyson
uca_bleau: gue.. inget itu semua dengan sangat jelas
They Say She's a Prodigy, But She's Brainless for Me.
Jadi, ceritanya,
Gue lagi males sama Networld.
Pernah muak akan kepongahan seseorang?
Well, it just happened to me. Dan mungkin Anzal dan Noni. Bicara dan emnyombongkan diri seakan enggak ada hari esok? Gue. Muak. Oke, gue bukan anak tipe-tipe Slytherin yang beringas jika marah--oke, bahkan gue tidak marah. Gue hanya muak, dan itu sudah melewati titik jenuh gue. Mereka bilang dia jenius, tulisannya menakjubkan. Gue akui, dia hebat. Bahasa Inggris-nya mantep, I used to admire her. Tapi sekarang? Bahkan gue jijik kalo inget pernah mengagumi dia.
Terlalu sombong untuk besar kepala. Terlalu besar kepala untuk sombong.
Tulisannya, di blog dia, bikin gue mengernyitkan dahi. Oke, sejujurnya gue tidak punya masalah apapun sama dia, dan (mungkin) dia juga. Tapi tau nggak sih? Tipe orang yang sama sekali enggak bisa menerima kritik, dan join suatu forum hanya agar dapat puja-puji yang membuatnya terang diatas angin. Perlu gue bilang? Jangan lupa, sayang, masih ada langit diatas langit.
Gue hanya tertawa, menyadari ternyata kapasitas otaknya tak sebesar yang mereka kira. Apalah artinya puja-puji yang ia dapat kalau dia nggak tau cara bersikap? Hm? Gue kasihan sama mereka yang sama sekali nggak bisa menerima kritik, gue malu dengan keponngahannya yang menggelikan. Menonjolkan segala kelebihannya agar orang-orang (bodoh itu) mengaggapnya begitu tinggi dan hebat sehingga dia bisa melakukan segalanya yang ia mau? Dan orang-orang bodoh yang dengan mudah diperbodoh nya, berdiri dibawah kakinya, meneteskan liur kagum dan puja-puji sampah terhadapnya. Wake up, guys, she's using you. Gue tertawa hebat waktu dia bercerita tentang mantannya, dan kata-katanya seakan-akan dia itu menizer atau apalah. Seakan wajahnya begitu menawan, astaga.. Mungkin kalo gue bagian dari salope-salope di sekolah gue, gue bakal bilang, "Aduh muka kayak pembantu aja belagu, ya." Tapi gue bukan bagian dari mereka, kan? I know it sounds like I envy her, or whataver. But I'm not. Gue hanya amat sangat enggak suka cara dia merasa hebat dan mengambil alih kuasa dengan semena-mena, seakan dia orang penting. Mungkin beberapa minggu yang lalu gue sama bodohnya dengan antek-anteknya itu, tapi.. Haha.
Jangan. Harap.
Gue tahu gue masih 14 tahun, lalu kenapa? Dia bilang gue masih kecil, dan dia begitu bangganya dengan umurnya yang baru.. Berapa? 18 atau 19? Apa umur harus dibanggakan? Apa dia bermaksud untuk berkata, "Gue masih dibawah 20 tahun dan pencapaian gue sangat banyak." Pencapain, apa? Gue bisa lebih dari dia. Sekalipun gue enggak se-populer dia, gue masih menganggap pencapain gue sama dengannya. Harusnya dia malu, hm? Gue memang seorang pengkhayal, dan dia seorang pendengki, gue rasa gue mendingan.
Apa terpikirkan olehnya jika gue takut padanya? Gue, tidak takut. Mungkin -yeah- dulu gue begitu idiot untuk takut sama dia, tapi sekarang? I told you, she's brainless. Astaga, ucapannya, congor-nya itu, bahkan gue aja enggak pernah terpikirkan untuk berucap dan memaki-maki orang dari belakang layaknya pecundang yang memalukan. Oke, dalam kasus ini, (mungkin) orang yang ia maksud itu gue.
Hm, tapi gue gak yakin juga, sih.
Anzal yakin banget kalo itu gue, gue cuma ketawa. Yaudah, mungkin gue.
Tapi kalau bukan? Gue menganggap itu bukan gue, sih.
Tapi kemungkinan besar itu gue.
Ah, lebih baik gue berpikir kalau itu memang gue. Atau.. bukan?
Ah, gue hanya berucap jika seandainya itu gue.
Intinya, gue kasihan sama mereka yang tidak bisa menerima kritik.