|
 about me
It's Amanda Dara Amadea Susilo, but I'll go by the name Dara Susilo. I'm a Redwood, I got hazardous impetuous mind, and act precociously. I am rare, odd and inconspicuous.
15 years old fresh daisy, a proud Indonesiana with loveable words. I smell like an old wooden cabinet, but I'm told Victoria's Secret would make me smell nicer, so I got one.
What else? Read and judge, love.
extra infos : I don't like ice cream and candy. I hate Alexa Chung. I love Arctic Monkeys.
|
|
|
|
|
Friday, 31 July 2009,03:06
Gue Tidak Akan Pernah Dewasa dan Menipu Seperti Kalian
Tahu apa?
Selama ini gue udah mencoba untuk jadi lebih dewasa dari umur gue, untuk mereka. Gue udah coba mentulikan teliga gue, dan gue berusaha mengeraskan pandangan gue. Tapi yang terjadi? Gue selalu gagal berusaha lebih dewasa, telinga gue sudah kebal, dan pandangan gue tidak lagi berair. Tapi hati gue masih sakit. Tailah. Masa bodo masalah hati, gue udah gak peduli lagi. Gue memohon kepada Allah untuk menciptakan dunia baru untuk gue dan sejuta anak yang tersakiti lainnya, sejuta anak lainnya yang menyesal telah dilahirkan hanya untuk mendengar dua orang yang mereka paling sayangi saling membentak, dan mencaci. Ya Allah, tolonglah bawa kami ke dunia dimana kami bisa menjadi anak sepenuhnya. Tana beban pikiran di sekolah, dan tanpa orang-orang dewasa munafik dan egois itu.
Sejak gue enggak bisa lagi mempercaya orangtua gue, janji mereka untuk menjaga gue, maka gue bahkan tidak mengerti siapa yang harus dipercaya. Dan gue mencoba meneguhkan hati gue, bahwa orang-orang ini, mereka yang berjanji sehidup semati sama gue, menangisi gue ketika gue terluka, dan memeluk gue ketika bahagia, dua orang yang gue pikir tidak akan pernah membohongi gue dan melukai gue, malah menjadi dua orang paling berbahaya bagi hari-hari gue. Menjadi dua orang yang paling ampuh untuk menghancurkan keteguhan gue. Dan gue tidak percaya lagi sama janji-janji yang lain. Saat kedua orangtua gue tidak dapat dipercaya untuk membentuk sebuah rumah yang aman, dan hangat untuk gue, maka siapalah yang bisa gue percaya?
Bacot lo semua. Gue berjanji tidak akan menangis, gue berjanji tidak akan memohon. Gue sudah muak merendahkan diri gue untuk kesalahan mereka sendiri. Gue tidak pernah punya andil dalam membuat Ayah dan Ibu bertengkar kayak gitu, bukan gue permasalahannya. Bukan gue! Tapi mereka! Tapi kenapa harus gue yang menanggung rasa sakitnya? Jadi, yang harus meminta maaf dan memohon adalah mereka, dan bukan gue. Tai. Mereka meminta gue untuk mengerti, tapi mereka tidak pernah mengerti! Gue benci orang-orang dewasa itu, gue selalu mencintai mereka, tapi kini mereka menjadi orang-orang yang mulai menghancurkan hidup gue.
Gue benci meerka semua.
|
|
Thursday, 30 July 2009,06:50
Menang Undian.
Semuanya, tolong perluas alam imajinasi anda.
Belakangan ini gue merasa sangat lifeless, sekolah murni untuk belajar, dan di kelas pun ngomongin pelajaran. Terus duduk disamping orang yang dulu sering gue cak-cakin pecundang, dan tidak pernah mungkin bakal deket sama dia. Jadi pecundang kayak Adri, dan.. Tuhan, gue di IX-6 sangat murni pecundang. Anzal ngata-ngatain gue tiap hari bahwa gue kena tuah sering ngatai si Diah dulu, yeah sebenernya hampir semua anak (ex) 8-6 kena tuah. Dan apalagi kerjaan gue di kelas selain ngayal?
Smpah, gue jatuh cinta dengan diri gue sendiri beserta khayalan fatasisnya.
Lama-lama gue muak sama khayalan yang muluk-muluk banget kayak misalnya gue jadian sama Alex Turner, terus Alexa mohon-mohon gitu sama Alex supaya gak mutusin dia, dan terus Alex bilang, "Sorry, Alexa, but I have Dara now." Maksud gue, khayalan kayak gitu membuat gue tambah gila, KARENA, hal kayak gitu (oke, gue akui--sekalipun gue membencinya) sangat amat jarang bahkan hampir tidak pernah terjadi. Ceritanya Katie Holmes yang dulu nge-fans mati-matian sama Tom Cruise dan sekarang jadi istrinya, sangat menginspirasi gue. Sumpah, Katie adalah role-model gue dalam mengkhayal.
Iya. Tapi gue melupakan kenyataan kalo Katie Holmes cantik banget, dan gue seksi banget.
Jadi, oke ampun. Gue janji gak ngayal pacaran sama artis lagi, abisan gimana ya? Kadang itu malah memacu gue melakukan hal-hal tidak ebnar. Dan gue enggak tobat-tobat. Jadi semenjak gue pindah ke sebuah kelas yang suram dan tidak bergairah, imajinasi gue mulai melunak. Tapi gue nya enggak.
__________________________________________________________________
Ehm. Ehm.
Pukul 12.30, pelajaran terakhir, membosankan
Dara: (cetuk-cetuk pulpen, melirik bosen pada Pak Sam yang ngomong sendiri, dan sebagian besar kelas yang udah tidur. Ngeliat jam, masih satu jam lagi sebelum pulang. Berpikir bakal beli rujak bebek di Mayestik, dan bayar patungan bajaj 5000 rupiah sama Anzal) Diah: "Bosen ya, Dar?" Dara: (dalam hati berkata 'Ih enggak lah, Pak Sama seru banget kali.' Tapi hanya menampakkan senyum mengiyakan dan kembali mencoret-coret Jeu De Cauhier-nya. Sempat terpikrikan baut ngajak Noni sama Syifa cabut, tapi baru inget kalo Timorya Bangun sangat mengerikan) Pak Sam: (HP berdering. Menghentikkan racauannya dan keluar kelas, amnggut-manggut dan iya-iya. Roman-romannya dia bakal keluar kelas.) "Eh eh denger, ini nih, saya keluar dulu kalian baca aja." Anak IX-6: (bersorak gembira, langsung ngobrol.) Dara: (mengeluarkan Lolita, berusaha meresapi tapi nihil, pada bacot sih.) "Radith! Radith! Besok presentasi PKN, oke?" Radith: "Nyah gue gak tau, Dar. Velda tuh." Velda: "Heh gue apaan?" Dara: "NVM." (balik ke posisi semula, baca Lolita, dan masih terpikirkan uang patungan bajaj -gue sering mikir tentang uang bajaj kalo mau pulang sekolah- )
Tiba-tiba saja Pak Sunardi yang kadang suka kelewat bacot menceritakan tentang keluarga gue didepan anak-anak kelas, masuk dengan tersenyum cerah, bawa-bawa tas laptop-nya.
Pak Sunardi: "Too-daay, we have guests from Iiing-len."
FYI, Pak Sunardi bangga akan English aksen Java-nya.
Anak-anak IX-6: (bersorak norak) "Bule ya, Pak?" Dara: (tertarik sebentar, terus berpikir pasti bakal gak penting banget. Orang lagi Fisika kok ada bule dateng.) "Norak amet, deh." Diah: (sok mengerti) "Iya, norak amet ya, bule doang." Dara: (berhasrat mencekik Diah namun mengurungkan niatnya) "Iya, malu-maluin."
Dalam bayangan gue pasti yang akan nampak bule dengan tampang mengecewakan, kayak si Jeff Maling, bukan yang hot-hot-pop macam Gaspard. Paling mau promosi tempat les atau apapun itu. Sedikit terlintas di benak gue, siapa tau beneran Gaspard mau ngelamar gue, dan kemudian gue sadar itu adalah pikiran amat jayus dan tidak mungkin terjadi.
Pak Sunardi: "Dara-dara, itu meja di belakang tolong digeser, itu yang itu juga." Dara: (mengernyit tidak percaya) "Kok saya deh pak?" Dara: (akhirnya bangkit dan memusatkan perhatian pada meja-meja yang sebenernya enggak penting juga harus digeser) "Apaan deh gak penting sekali."
Hening. Suara meja yang gue geser-geser mengikuti instruksi dari si Mister Sunardi. Terdengar suara bisikan anak-anak, dan si Sunardi masih menyuruh-nyuruh gue.
Sampai pak Sunardi menepuk punggung gue. Dalam hati gue kok cepet amet dia tadi masih nyuruh-nyuruh gue dari meja guru sekarang bisa ada di belakang gue. Merasa ini guru enggak penting banget, dan siap memberikan wajah tidak bersahabat.
Seseorang: "Hey. Dara?"
...........................................................shit
Suara cowok-cowok: "Itu kayaknya gue tau deh. Siapa ya?" Dara: (membeku dengan airmata mengalir-ngalir, dengan posisi jongkok. Seketika gue merasa seperti orang paling seksi se-dunia, ngerasa lebih cakep dari Megan Pok, dan lebih hebat daripada Katie Holmes!) "AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!" Dara: (dengan centil dan bernafsu memeluk keempat cowok dihadapan gue--khusunya yang tadi nepok punggung gue) "ENGGAK MUNGKIN ASATGA YA ALLAH! GAK MUNGKINNNNN! AAAARGGGH!"
Sorakan-sorakan entah iri atau ikutan seneng, kebanyakan bingung melihat gue begitu histeris melihat keempat bule itu. Payah, kelas gue payah.
Tiba-tiba ada sebuah suara yang gue sangat kenal, berlari dari pintu, dan dikuti dengan anak-anak sekolah gue yang langsung keluar kelas (ceritanya emang disuruh), dan ngeliatin gue sedang memeluk 4 cowok itu. Ada yang berteriak-teriak histeris, tapi lebih banyak yang bertanya, "Siapa sih?" Yang jelas, detik ekmudian, Noni ikut memeluk mereka berempat. Dan gue merasa sesak nafas.
Seseorang: "ANJING! ARCTIC MONKEYS!"
Lainya: "ANJING! ANJING! ANJING!"
Dan gue merasa keren.
4 cowok itu: "SURPRISE!" Dara: "A--a.. AH GIILA." (terlalu bego untuk berbahasa Inggris disaat seperti ini) Matt Helders: "You won the grand prize. Teehee."
Siswa-siswi yang melongok dari jendela kelas: "CIUM CIUM. KISS KISS."
Dan gue dicium Alex Turner, ciuman manis untuk fangirl mendarat di pipi gue (padahal di bibir gue maunya), serta dinyayikan Baby I'm Yours, versi akustik, dengan posisi dia duduk diatas meja dan menatap si pemenang unidian denga sungguh-sungguh. Dengan senyum paling menawan dan gue yang lemas dirangkul oleh Matt Helders dan Jamie Cook dan Nick O'Malley yang menepuk-nepuk pundak gue. Dan juga air mata menggelikan yang biasa kau liat ditipi-tipi. S-P-L-E-N-D-I-D
Dan suatu saat, itu bakal jadi kenyataan.
Baby, I'm yours And I'll be yours until the sun no longer shines, Yours until the poets run out of rhyme In other words, until the end of time
Labels: Imaginations
|
|
Tuesday, 28 July 2009,03:03
Black and Blind my Blake was
I'm still in love with you Blake. Until right now. Stupid I know, it was just only a game. But I couldn't resisnt.
I can't take it anymore. When you spelled the love words all the night. I tried to shut my eyes, but the thoughts of you keep driving me insane. Who are you, stranger? Weren't you just another form of my imagination? You're not supposed to live, and ruined my starry night with your game. Though I love your game
Game of illusion, killed me. Illusion of your existence arsed me. And the illusions were you, and I'm blinded by it.
Stop the love words, cos it worked on nothing. You'll leave, we're done. An hour for my whole life. Stay with me, stranger. Spend the night with me, stranger. Don't leave me with these wild imaginations you have made. An hour for everything.
You stole this cold heart, then you melted it with your words. Killing me with the softest touch. As deadly as the swords your words are. Were I was just one of your victim, or is that true love you told me? The last word, the last chance, you never let me touch you. You were twisting me on your fingers, laughing for my illness. No method on this madness.
I love you with my wholeheartedly. But you're just a stranger on another soundless night. The truth hurts. And lies are better for this wounded heart of mine.
An hour for forever. You were mine. Labels: Poetry/Message
|
|
Monday, 27 July 2009,04:50
Fallen.
Rasanya lucu, sungguhan. Dan gue merasa sangat tolol, dan konyol, kayak apa yang Alodie bilang. Gue gak tau apa yang terjadi hari itu, hanya sebuah malam lainnya kok, gue berniat untuk puasa dan sahur jam setengah satu, jadi gue sengaja tidak tidur sampai jam segitu. Dan apalagi yang gue lakukan selain buka komputer? Gue terlalu muak meliaht Facebook, status-status cinta yang membuat iri dan senyum bahagia yang membuat gue sepi. Gue tahu gue melankolis, tapi gue tahu gue tidak bodoh. Dan mungkin pada hari itu gue telah menjadi seorang cewek tak berotak yang menyedihkan. Berharap akan kisah cinta, namun terlalu angkuh untuk mengakuinya. Gue capek berusaha jadi kuat, sungguhan. Gue hanya akan mengaku disini, karena diluar, gue tetep Dara yang keras kepala.
Gue tidak pernah mengangap diri gue begitu istimewa, dan begitu pun orang lain. Tapi gue hanya begitu cinta akan diri gue, sekalipun gue tahu gue tidak pernah se-istimewa yang gue harapkan. Tadi malam gue bermain dengan perasaan gue, menerbangkannya, kemudian menjatuhkannya sendiri, seakan gue begitu kaku dan tak pernah bisa menangis. Gue mempermainkan diri gue, menganggap kata-kata Blake kemarin malam adalah suatu yang sungguhan, sekalipun gue tahu itu adalah lelucon dunia maya yang menyakitkan. Tapi gue senang saat dia ada disana, rasanya seperti benar-benar memiliki seseorang yang enggak pernah lo dapatkan di dunia nyata. Gue tahu gue menyedihkan; gue melarikan diri dari kenyataan dan menciptakan hidup indah gue di dunia maya yang semu. Tertawailah gue, tapi gue jatuh cinta pada seorang asing. 8 tahun lebih tua, dan jauh jauh disana. Manhattan.
Gue tahu Blake hanya bercanda, hanya mengolok-olok gue dengan bahasanya yang tak bertata krama, tapi gue menganggap itu semua nyata, seakan ia adalah sesosok sungguhan yang benar-benar suka pada gue. Dan pada akhirnya, saat dia tidak lagi me-respon, gue tetap tidak mau mengakui kalau percakapan itu hanyalah permainan konyol. Permainan konyol seorang Amerika, dan cewek kecil yang tolol. Yang merendahkan dirinya sendiri untuk mendapatkan rasa memiliki; dan cewek itu adalah gue.
Dia mencintai nama gue. Sebagaimana gue mencintai namanya. Ha-ha, konyol sekali, gue tahu.
Blake: and i love that name Blake: its beautiful
Dulu sekali, pernah ada seseorang berkata bahwa dia suka sama gue, dan dia sayang gue. Lo tahu kan? Ucapan besar yang sebetulnya hanya dilandaskan nafsu kekanak-kanakkan, dan toh akhirnya kita tidak lagi bicara. Tapi gue tetap senang saat kata itu terulang lagi; dari orang yang sama sekali gak gue kenal.
Blake: like a lot
Dan tentu saja gue menjawab kalo gue sangat menyukai dia juga. Dia bilang gue menyenangkan dan lucu. Kita sudah berbincang lebih dari se-jam dan gue sangat menikmatinya. Bahkan dia satu-satunya orang yang bisa membuat gue mengabaikan bentakan Ayah yang nyuruh gue untuk tidur. Di angan gue yang meliar, gue membayangkan sosok berambut pirang itu tersenyum tulus saat mengetik itu. Sungguhan, mungkin kenyataannya dia lagi tertawa terbahak-bahak dan mengutuki gue si cewek 14 tahun yang konyol. Tapi gue sangat berharap dia sungguh-sungguh. Karena gue pun bersungguh-sungguh.
Blake: does it make you feel weird that im in college and your still in high school?
Tentu saja tidak, Blake sayangku! Tidak, gue merasa nyaman. Sekalipun percakapan itu tidak lebih dari sebuah percakapan konyol penuh dengan kata cinta yang bikin muak, tapi gue sangat menyukainya. Dan gue tidak bisa membayangkan bagaimana harus berakhirnya.
Blake: i should have never fallen in love with you Blake: because when you do have to leave to go to sleep for school we might not ever be able to talk to each other again
Blake: and i hate that because i never want this conversation to end
Dan akan sangat konyol jika itu membuat gue tertohok. Tentu saja, gue tidak bakal bisa merasa hangat lagi. Gue tidak menegnalnya, dan gue hanya tahu ia sebagai Blake. Cowok Downtown yang sekolah di Berkeley. Haruskah gue malu akan kepolosan gue yang dibaut-buat, atau ahruskah gue bangga berani mengungkapkan aib ini di blog gue? Bahwa gue jatuh cinta? Gue tidak tahan dengan kata cinta, sungguh.
Blake: do you have a crush on someone that goes to yur school and you felt like this Dara: no, he doesn't even know my name
ia bertanya! Ia bertanya! Dan tentus aja gue jujur; Rio tidak pernah mengenal gue, dan itu kenyataannya. Bahkan di dunia maya yang palsu gue masih begitu jujurnya. Dan gue terlalu jujur dihadapan Blake.
Blake: im upset for you liking him and he doesnt like you but im also happy because i can be by ur side now without your boyfriend in the way but i also feel bad for the guy cuz he never got to see what an amazing girl you are Blake: yes its upsetting and i hate it
He was fliriting, and he admit it. Gue tolol, gue dungu! Gue menikmati rayuan menjijikan macam itu. dan gue menganggap itu sungguhan. Sekalipun gue tahu kenyataannya adalah, itu semua palsu, ya kan? Tapi tidak pernah ada yang menyebut gue dengan spesial. Beberapa temen bule gue juga berkata kalo gue menyenangkan, tapi tidak dengan teman-teman Indonesia gue. Karena mereka mengetahui siapa gue sebenernya.
Dan setelah itu, dia pergi begitu saja tanpa pamit. Tapi gue sudah terlanjur jatuh cinta. Hai, Blake. Kapan kita bisa bertemu lagi?
Hey there Romeo what's it like in New York City? I'm a thousand miles away
|
|
Thursday, 16 July 2009,07:24
Barbarik.
Inilah cerita tentang anak-anak populer di sekolah gue!
Gue enggak tau kalo ternyata adu bacot dengan kata-kata yang monoton, dan hanya bermodal hinaan kasar lagi nge-trend. Atau memang itu sudah menjadi kebiasaan mereka yang tidak berotak? Atau apa gue yang ketinggalan jaman, hm? Ketawain gue silahkan. Pertanyaan terakhir suatu bentuk pertanyaan retoris, kok--atau sindiran?
Atau mungkin gue yang hidup di tengah-tengah orang idealis yang mendambakan adu sarkasme khas Raine Beau ketimbang adu bacot tidak berujung yang pada akhirnya malah menjatuhkan martabat dan kelas seseorang? Sumpah, gue cinta segalanya yang berjalan sistematis, anggun, dan berkelas. Kaku, mungkin, tapi gue cinta itu, alih-alih umpatan penuh hinaan tanpa tata krama sedikitpun. Tapi sayangnya sebagian besar dari kita tidak merasa kayak gitu. Mereka lebih nyaman tersohor akan kemampuna mereka menarik urat hingga tercekik untuk meneriakkan kata-kata hinaan kelas dusun yang tidak relevan, dan dengan begitu mereka akan menjadi sanagt tersohor. Dan mereka senang.
Dan gue hanya tertawa menghina.
Betapa gue baru sadar akan kenyataan menyenangkan bahwa hidup gue dan mereka itu sangat berbeda. Kenapa gue dibenci mereka, kenapa gue tidak bisa salah satu antara mereka? Dan kenapa gue malah berteman dengan kawan-kawan sarkastik gue? Gue sadar, dunia gue dengan dunia anak-anak populer itu jauh berbeda. Seakan gue di belahan bumi utara dan mereka di selatan. Sangat berseberangan dan bahkan badai solar pun tidak bakal pernah bisa menyatukan kita. Kecuali bagi mereka, yang masih sisa sedikit tempat untuk menerima sesuatu yang baru. Dan sisanya yang fanatik, menganggap merekalah yang paling benar.
Tapi gue rasa mereka keliru.
Karena mungkin 10 tahun dari sekarang mereka bakal menyadari betapa noraknya mereka saat ini. Dan 10 tahun dari sekarang gua bakal malu sama diri sendiri, menyadari betapa sok tua dan sok bijaksananya gue saat SMP. Tapi untuk sejauh ini gue merasa diri gue dan teman-teman gue benar. Maksud gue, adu bacot tidak berujung adalah hal paling melelahkan dan tidak berguna yang gue tau. Tapi bagi mereka, itu untuk menunjukkan kekuasaan semua mereka. Semu gue bilang, karena tidak pernah ada yang mengakuinya, dan mereka seakan punya kekuasaan untuk mematenkan kekuasaan tak terakui itu. Dan yang lain dengan bodohnya tunduk pada mereka, menjadi gundik mereka. Harusnya kita semua malu.
Dan gue tidak. Sudi amat gue jadi gundik orang-orang dengan otak berkapasitas minim.
Gue dan kawan-kawan gue jenius, dalam arti yang mereka tidak akan pernah mengerti. Menunjukkan betapa sempitnya pemikiran mereka? Pintar dalam stereotipe yang membosankan, dan klise? Cih, gue benci itu. Gue bingung kenapa mereka merasa hebat, dan yang lainnya menganggap demikian pula. Mereka besar kepala, sungguh. Tersohor di kalangan para mahluk tak berotak. Sama menyedihkannya dengan eksistensi gue yang redup, cih.
Sumpah, mereka semua tolol dan barbarik.
Gue berharap gue bisa seterkenal Tchaikovsky; mereka nerharap bisa pacaran sama cowok paling top. Gue berharap gue bisa sepuitis Chairil Anwar; mereka berharap mereka sepuitis Tompi. Gue berharap gue bisa membunuh mereka dengan tatapan; dan mereka berharap bisa membunuh gue dengan pisau. Kita semua berbeda, bukan?
|
|
Sunday, 5 July 2009,09:15
Pretty Fine Ain't So Fine
Masih inget hari pertama di delapan-enam?
I'm fine.
I was shocked by the fact how I cried a lot last night. I'm not the kind of girl who'd like to cry in front of the crowd obviously. It's sort of idiotic, though. But in case, yesterday was my last night with my entire classmates. So, those tears are worth enough to be shared with all of my classmates. Best classmates, perhaps. Hm? Too overrated, I know.
Now here are those melodramatic words.
Dan enggak pernah ada yang benar-benar sempurna diantara kita, hanya sekumpulan bocah yang merasa dipersatukan di sebuah kelas bernomor sama. Bukankah begitu? Lalu apalah yang membuat perpisahan sialan itu terasa begitu beratnya? Dan gue menangis, begitu? Bukankah gue membenci sebagian besar dari mereka? Menghancurkan eksistensi gue, menenggelamkan gue ditengah perangai menarik mereka, dan menjadikan gue satu-satunya yang tak dikenali. Harusnya gue benci mereka. Gue benci menyatu dengan mereka yang gue harapkan adalah gue. Dan gue tau gue itu sangat munafik. Tapi bukankah pada akhirnya toh gue juga menangis? Tidak rela ditinggal mereka, begitu? Sekalipun gue membenci sebagian dari mereka, tapi tetap saja gue menangis. Meraung dan berharap kita tidak pernah dipisahkan? Konyol, ya?
Dan gue tau gue akan sangat merindukan mereka, sama seperti gue merindukan kawan lama gue yang lainnya. Pikiran akan status mereka yang akan segera berganti menjadi 'kawan lama' memenuhi seluruh relung hati gue. Apa yang gue pikirkan? Harusnya gue senang, dan oh! Bukankah harusnya gue puas? Menjauh dari bawah bayang-bayang cewek itu, dan berhenti dibandingkan dengannya dari segala aspek? Tapi bukannya gue malah semakin menangis? Menyadari betapa menyedihkannya gue, menyebutnya munafik dan manipulatif, sekalipun diri gue tidak berbeda jauh dengannya? Harusnya gue seneng berpisah, tapi gue masih saja menangis.
Pernah sadar kalo kita adalah kelas dengan anak-anak bermuka dua?
Dan siapalah gue dimata kalian, kawan? Mereka bilang gue sarkastik dan berlidah tajam. Yang lainnya membenci gue karena gue sangat menyebalkan dibanding dengan Noni, Anzal dan Indira. Gue katakan apa yang gue inginkan, dan kalian membicarakan gue di belakang. Menghujat gue saat gue sudah tertidur di kamar lain. Gue benci mereka yang membicarakan gue di belakang, sekalipun gue sama saja dengan mereka. Gue sangat merasa malu saat seseorang yang gue benci mengatakan kalo dia ada di belakang gue, hanya diam dan tidak berusaha mendengar saat yang lainnya menghujat-hujat gue. Sekalipun gue tertohok dengan kenyataan bahwa sebagian besar dari kelas itu membenci gue, tapi gue tidak bisa bohong lagi.
Kalo gue sayang?
Dan karena.. Gue senang. Gue enggak bisa membedakan perasaan sayang, dan perasaan lainnya. Toh selama ini gue hanya tau gue sayang Ayah dan Ibu, dan tidak pernah ke sosok-sosok lainnya. Jadi apa yang gue rasakan ke teman-teman sekelas gue ini? Sayangkah? Tapi terlalu naif jika gue bilang gue sayang mereka, namun gue masih si muka dua yang menyedihkan. Jadi, perasaan apa? Gue hanya tidak ingin berpisah, dan gue jadi inget lagi saat gue nangis malem itu, ingat ucapan mereka dan mimik mereka, mencoba melupakan mereka yang membenci gue. Dan? Ya gue mungkin sayang mereka. Atau?
Gue hanya senang. Ah, gue.. merasa beruntung, seperti kata Nugi.
Dan juga? Maaf. Bahkan disaat terakhir, gue tahu. Mereka yang membenci gue, tapi tak berani mengatakannya. Karena gue berlagak seakan gue adalah sesosok sarkastik menyebalkan yang tak terjatuhkan. Tapi kalian tidak mengerti. Maaf, lagi.
For all the times For all the cries For all the pain I've caused
Maaf, tapi gue sayang kalian. Labels: 8-6
|
|
Thursday, 2 July 2009,03:45
Mental Disorder Pt. III
Dara dan tebak tyson gue brp tingginya? urm...dua ratus? 1:50amAmandaenggalah. tebak berapa! 180 165 190 194 177 berapa? 1:51amAmandaITU BENER ITU BENER. 194 cm eh YEEEEE tebakan gue jitu, dapet apa gue kali ini? piring cantik? wew. itu tinggi skalee nyaingin pemain basket dah 1:53amAmandaiye, gue sepinggangnya kali ye vi? ah bisa gue peluk-peluk dong wakakak ih jadi kea lolicon (lolita/humbert -red) gitu entar dia nanti lo dikira anaknya kali dar 1:55amAmandagamauuuuuu aku pacarmu iya ra, kira2 se perut lah, sepinggang masa lo 150? 1:55amAmandague 160an lah kurang lebih yea lumayan, kalo jalan sama dia berarti lo harus pake high heels ra hehe 1:56amAmandaoh iya betul vi ah coba lo bayangin gue dijemput sama dia di 11 pake lamborghini aaaargh wouldn't it be fucking splendid? anjrit. gue pingsan oh sweet, isn't it? damn. dan yang pasti gue nggak bisa ngebayangin histeria cewe2 lain ngeliat dia nyulik elo. omygOSH! 2:01amAmandaiya gue juga ngebayangin itu tiap malem histeris gak sih liat tyson ritter meluk gue gitu in the middle of the crowd anak-anak 11 baru pd pulang sekolah gt wakaka then, YOU'LL BE THE CENTER OF ATTENTION, MAN! gile. 2:02amAmandaofcourse i will  lo ngayal juga kek vi baik buat kesehatan loh yeah. gue lagi ditinggal mas ed (edward cullen -red), lagi jumpa pers nyong (edwars cullen) jadinya gue sama nicholas hoult dulu geto 2:03amAmandanajislu mantan gue tuh wakaka biarlah, dimata gue dia tetep suci ra...dan lo mesti tau kemaren dia ngajak gue kemana? ke praha, ohmygoat 2:04amAmandaWHAAAAAAAATTTT Prague? omg gue ga pernah sama Ty diajak gitu yes, absolutely yes. 2:05amAmandakalo gue sama Ty diajak nginep doang palingan oh yeah gue diajak muter2 naik porsche nya and when the sun goes down.... HE ask me to marry him. What a relief!!
2:07amAmanda Enaknyaaaaaaaa gue ngiri vi Tyson only pick me up every thursday kiss me in his maserati then leave me in the middle of the night when i already slept he said he gotta go to Oklahoma meeting his friends -,- ra...itu part of jobnya dia, dan gue yakin dia masih sempet nemuin elo pas dia lagi sibuk tour sama bandnya. He's quiet romantic, you know? 2:09amAmandahe's impossibly romantic btw he just bought new car cost over a million bucks but worth it http://autobash.com/wp-content/uploads/2008/09/maserati-granturismo-1-big.jpg wow that's cool. Pernah diajakin jalan2 pake mobilnya? atau lo orang pertama yang diajaknya naik mobil itu? 2:10amAmandafirst lady on that car after Nick (Wheeler -red) damn. that's cool. Where did he take you to? 2:12amAmandalodge. di deket Idaho gitu uuuuuh, so romantic. Then? 2:12amAmandathen you-know-what WHAT!? DONT TELL ME YOU.... YOU..... oh.oh.OH! 2:13amAmandawhat? its not something really special though we do it frequently oooh...my... euh, so. he left you again when u sleep? 2:14amAmandayes, when i was clinging to his chest, to be exact then aw aw... are you mad at him? 2:16amAmandano, of course no he do it almost like everytime kau pasrah sekali, nak 2:16amAmandaiya gue pasrah diapain juga hahaha eh eh si bang nicholy gue udah klakson-klakson tuh didepan rumah gue... oh no 2:18amAmandangapain sih lo sama dia udah tau dia biseks vi eaaa 2:18amAmandakan gue mutusin dia krn itu WHAT!? DI-DIA BIS..BIS-EKS? say you lie say it's not true. come on just tell me!! 2:19amAmandahavent i told you lately, my dear? yes he is i'm afraid he has syphilis so pathetically i dumped him ...
***
Pengaruh buruk oh pengaruh buruk! Labels: Imaginations
|
|