Gue ngedit judulnya, soalnya kata Chika, judul yang sebelumnya norak --a
"Di Manado makanannya emang ikan semua, Nyil."
Itu kata Ayah gue, saat gue makan siang sekeluarga di restoran Manado depan Universitas Moestopo. Gue selalu cinta masakan Manado; khusunya Cumi Woku. Dan gue yang selalu tertarik untuk mnegunjungi Bunaken hanya nyengir meng-iyakan. Selagi pikiran gue kembali melayang-layang, seperti sedia kala. Dan kalau saja lo baca post blog gue sebelum-sebelumnya, mungkin lo akan mengerti perasaan tidak terdefinisikan ini.
Jadi, gue kangen, sungguh. Tapi entah kangen sama siapa, pokoknya saat pikrian gue mengembara membayangkan tempat yang selalu ingin gue kunjungi, perasaan kangen itu serasa memenuhi seluruh pikiran gue. Seakan gue pernah kesana, menjadi bagian dari laut kebiruan serta langit cerah dari fotograf fotogaf yang gue temui dari website-website Visit Indonesia. Dan sebersit pikiran tercetus di kepala gue. Lo tahu apa yang gue butuhkan untuk menjadi seorang Duta Besar? Rasa cinta terhadap negara gue. Indonesia.
Seketika gue merasa malu.
Dan betapa gue sadar, gue dan teman-teman gue telah mengalami krisis identitas yang parah, dan saat ini, gue sedang berusaha untuk menyembuhkannya. Berusaha memulihkan ke-tidak-tahu-malu-an kami, dan kembali berusaha untuk mencintai. Barusan gue nyari-nyari info tentang Visit Indonesia 2009, betapa leganya gue ternyata pariwisata Indonesia masih tetap stabil pasca Bom Kuningan. Dan saat bom itu, teman-teman gue mengutuk para teroris jahanam itu, melontarkan segala serapahan, tapi entah kenapa gue merasa amat sangat marah, merasa terhina, mereka menghancurkan segalanya dalam beberapa menit. Seakan gue adalah korban yang kehilangan dan merasa dilecehkan. Padahal sebetulnya tidak, gue hanya anak SMP biasa, yang turut prihatin dan seharusnya tdiak semarah itu. Teman-teman gue menganggap gue berlebihan, tapi keluarga gue bereaksi yang sama.
Dan gue lega mengetahui ternyata rasa kecintaan gue masih cukup kuat terhadap negeri ini.
Tapi gue tidak pernah merasa gue memberikan sebuah kontribusi yang besar bagi negeri ini, tanah air ini, dan tanah kelahiran gue. Dan karena itulah gue malu. Gue benci jadi rata-rata, mungkin gue termasuk seorang idealis yang hanya hebat kala berucap, tapi jarang merealisasikannya dalam bentuk sebuah aksi nyata. Tapi kali ini, gue melihat ke orang-orang sekitar gue, anak-anak seumuran gue. Kita semua memang sedang mengalami krisis identitas ya? Tapi gue akan berubah, gue ingin berubah. Gue baru saja menangis, berlebihan, tapi gue tetap menangis. Gue serasa ditampar saat melihat pesona negeri ini, dari video, atau foto-foto yang ditunjukkan bokap gue. Ditengah kepadatan Jakarta, bukankah kita beruntung masih memiliki tempat-tempat indah dan rupawan itu?
Bukankah kita sangat beruntung?
Gue sempat melihat mereka yang menulis status gembar-gembor tentang liburan belanja mereka yangaahbis-habisan di Singapur, atau betapa modern-nya Kuala Lumpur. Yang lain membandingkan Indonesia dengan negara ini ataupun itu,mejelek-jelekkan Indonesia seakan mereka bukan bagian dari negara ini. Dan gue yang bingung bertanya, mereka ingin Indonesia semaju negara-negara yang mereka kunjungi, tapi mereka tidak berusaha untuk mengambil bagian? Maksud gue, siapapun dia, bukannya dia tetep bagian dari Indonesia? Dan bukannya negara ini tanggung jawab kita semua? Betapa tidak tahu malunya kita semua.
Oke, gue tau gue terdengar sok tau atau apa, tapi.. Paling enggak, bisa gak kita semua belajar mencintai? Gue malu, hidup di Indonesia, cari makan di Indonesia, lahir di Indonesia, dan bahkan bicara dalam bahasa Indonesia tapi kita malah ngejelek-jelekin negara kita sendiri? Dan pantaskah kita dibilang ras tamak yang tidak tahu malu, kita mengorbankan alam untuk menjadi gedung-gedung nan perkasa itu, namun kita amsih juga membenci tanah ini? Dan memang pantaslah kita dibilang ras tak tahu malu. Ingatkah kalian? Harimau Jawa sudah pundah dua puluh tahun yang lalu, gue inget, dulu sekali, gue pernah camping di deket Gunung Gede, dan bokap gue bilang "Di hutan-hutan sana amsih banyak Harimau, loh." dan gue yang saat itu masih berumur 9 tahun-an ketakutan akan cerita bokap gue. Dan yah, mungkin ucapan bokap gue hanya untuk membesarkan hati gue, karena Harimau Jawa udah lama punah sama dengan Harimau Bali, dan gue terlahir tanpa sempat melihat Harimau di Pulau Jawa ataupun di Pulau Bali. Mungkin sama, seperti Harimau Sumatera atau apapun, tapi tetap saja, bukankah pulau Jawa dan Bali telah kehilangan salah satu kebangaannya? Dan pantaskah kita yang mengkhianati alam, masih tetap membencinya?
Gue bingung, untuk apa mereka jauh-jauh ke luar negeri, kalo lo bisa menemukan hak-hal yang beirbu kali lipat lebih indah di dalam negri? Untuk apa lo keluar Indonesia, hanya untuk melihat Versace atau Prada dengan harga setingi langit? Bukankah langit biru diatas Taman Laut Bunaken jauh terasa lebih indah? Dan saat lo bisa membantu negara ini menjadi seperyi yang lo mau, bukankah itu indah? Atau kita semua sudah buta pesona modernisasi negara-negara tetangga?
Modern bisa dibentuk, tapi kultur budaya tidak bisa dibuat, bukannya begitu?
Gue sedang belajar untuk mencintai, dan gue tahu gue bisa merubah. Dan gue berusaha mengajak sahabat-sahabat gue untuk belajar mencintai Ibu. Sama seperti mencintai Ibu Pertiwi :)
Dan gue setuju dengan video ini. Saat gue melihat sesuatu yang belum pernah gue lihat sebelumnya, gue baru sadar betapa beruntungnya gue tinggal di negeri ini, lepas dari segala keburukan dan keterpurukannya. Bukankah kita harusnya membantu? Dan gue sedang berusaha.
Selamat malam :D
Labels: Pride